You are currently viewing Jangan Takut Jadi Pengikut: Perlunya Memiliki Kemampuan Courageous Followership

Jangan Takut Jadi Pengikut: Perlunya Memiliki Kemampuan Courageous Followership

Jangan puas jadi follower, jadilah leader, pionir, dan seterusnya. Slogan tersebut sering digaungkan oleh berbagai tokoh berpengaruh sebagai pemantik semangat dan motivasi untuk berinovasi. Kepemimpinan menjadi kualitas yang terus berusaha ditanamkan kepada individu, terlepas dari peran maupun posisi hierarkis dalam organisasi. Hal tersebut tercermin dari banyaknya pelatihan dan berbagai program dengan embel-embel kepemimpinan. Populernya kompetensi kepemimpinan sejalan dengan kebutuhan pasar kerja yang mendambakan kualitas kepemimpinan sebagai kemampuan dasar (Alieva, 2019). 

Pada tahun 2010, kerja berbasis tim atau organisasi meningkat dari tahun 1980 menjadi 80 persen (Hurwitz, 2015). Terlebih, perkembangan teknologi yang telah menggantikan berbagai kerja manual manusia, menuntut kompetensi kognitif seperti kepemimpinan untuk terus dikembangkan. Di sisi lain, peningkatan teknologi juga membutuhkan modal sosial untuk mengurangi dampak teknologi yang mengisolasi, sehingga terbentuk paradigma people follow people untuk menciptakan interkoneksi (Fisher, 2018).

Merespon tantangan perubahan zaman tersebut, kolaborasi atau kerjasama yang memiliki pengaruh secara mutual, pertukaran ide otentik yang terbuka, inklusif dan setara. Sebab, model kolaborasi semacam ini akan berpotensi untuk mendorong produktivitas dan kreativitas yang lebih efektif bagi organisasi. Kolaborasi semacam ini tidak hanya menuntut kompetensi leadership, tetapi juga kemampuan komplementer yang setara, yaitu followership. 

Figur heroik dari kepemimpinan seringkali melupakan peran dan kekuatan dari kemampuan sebagai pengikut, serta gagal melihat pengikut sebagai individu yang aktif. Padahal, minimnya kekuasaan pengikut memungkinkan kemampuan terhadap penguasaan alat diplomatis, seperti pengetahuan psikologis dan sikap manusia serta kecakapan dalam seni persuasif (Riggio, et al., 2008), sehingga turut berperan penting dalam mencegah disfungsi organisasi akibat pemimpin yang bermasalah. Dinamika hubungan antara pemimpin-pengikut dalam kerja sama kolaboratif adalah sebagai learning function. Artinya, kooperasi yang terjadi dalam interaksi tersebut memungkinkan ekspresi ketidaktahuan dan praktik saling belajar.

Ada beberapa perspektif dalam melihat peran pengikut menurut (Riggio, et al., 2008). Pertama, sebagai peran aktif dan interaktif yang melakukan kooperasi, turut menginfluens pemimpin, dan memiliki tanggung jawab untuk mengontrol kekuasaan demi kepentingan organisasi. Kedua, sebagai peran independen, yang berarti memiliki kemampuan untuk melakukan arahan terhadap diri sendiri serta menyelesaikan permasalahan kerja tanpa bergantung pada pemimpin formal. Ketiga, sebagai peran pengganti, artinya bahwa terdapat fleksibilitas dalam rotasi peran kepemimpinan sehingga pengikut juga dapat berperan aktif sebagai pemimpin. 

Pada dasarnya, dalam skema followership, setidaknya terdapat dua konsep yang mengkategorisasi gaya pengikut, yaitu sebagai doer dan disciple. Dalam kategori doers, pengikut bertindak sebagai seseorang yang mengambil tindakan sesuai dengan arahan pemimpin, sedangkan disciple fokus terhadap pelayanan kepada pemimpin melalui produktivitasnya. Untuk mencapai interaksi yang efektif dan memiliki keduanya, Ira Chaleff (dalam Schindler, 2015) menciptakan dimensi courageous followership yang dapat diimplementasikan baik di dalam maupun di luar organisasi, sebagai berikut:

  1. Keberanian untuk mengasumsikan tanggung jawab, sehingga pengikut dapat menciptakan kesempatan untuk memaksimalkan potensi dan nilai mereka dalam organisasi;
  2. Keberanian untuk melayani, dalam artian tidak menghindari tanggung jawab tambahan untuk berbagi beban dengan pemimpinnya;
  3. Keberanian untuk menentang, artinya bahwa pengikut tidak serta merta mengikuti segala arahan pemimpin yang berkonflik dengan nilai dan integritas mereka;
  4. Keberanian untuk berpartisipasi dalam transformasi, dan
  5. Keberanian untuk mengambil tindakan moral, artinya mengetahui kapan harus mengambil tindakan yang bertentangan dengan pemimpin dengan penolakan.

Memiliki kemampuan courageous followership dapat menunjang beberapa keuntungan yang berdampak terhadap organisasi.

Meningkatkan Komunikasi dan Efektivitas Kerja

Hal ini berkaitan dengan kepedulian pengikut terhadap kesuksesan sebuah organisasi. Hal ini memantik performa yang tinggi dan mengubah pandangan pasif sebagai pengikut menjadi peran yang aktif yang dapat memberi dampak dan bertanggung jawab dalam lingkungan kerjanya, termasuk relasinya dalam pemimpin. Selain itu, kultur courageous followership, membuat pengikut memiliki aktualisasi diri sehingga menciptakan pemaknaan terhadap kerja yang mereka lakukan sebagai penghargaan personal.

Mengurangi Risiko yang Dihadapi Organisasi

Dalam praktik mitigasi risiko yang disebabkan oleh kompetisi, faktor ekonomi atau legal, courageous followership membekali individu dengan kemampuan untuk secara aktif terlibat dalam membangun, menjaga dan mempromosikan organisasi. Individu yang memiliki kemampuan ini, dapat melihat pola dari kompetitor dengan menggali data relevan dengan mendalam dan cepat. Secara ekonomis, kemungkinan adanya perbedaan ide dan pendapat akan membentuk keputusan yang lebih baik dalam bisnis sehingga tidak membawa kepada permasalahan legal.

Menjadi Penangkal dari Kepemimpinan yang Buruk

Kemampuan untuk mengarahkan diri dan menjadi pelindung dari organisasi dari terjadinya disfungsional atau terciptanya sistem kepemimpinan yang korup adalah salah satu keuntungan utama yang ditawarkan. Pasalnya, courageous followership akan membangun dan memperbaiki hubungan yang lebih sehat dengan pemimpin yang berpotensi untuk meningkatkan performa organisasinya 

Selain itu, kemampuan pengikut ini juga memiliki intelegensi emosional dan kemampuan berpikir yang menunjang kreativitas dan inovasi dalam organisasi. Salah satunya, berperan sebagai katalis kreativitas yang menyumbang ide bagi kreativitas dan inovasi organisasi melalui pertumbuhan yang eksponensial. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan sebagai pengikut tak kalah penting dari kepemimpinan. 

Referensi:

Liudmila, Alieva. 2020. Fostering Leadership Skills of Young People for Inclusion into the Labour Market. Atlantic Press.

Hurwitz, Marc. 2015. LEADERSHIP IS HALF THE STORY: A Fresh Look at Followership, Leadership, and Collaboration. University of Toronto Press.

Fisher, Paul. 2018. New Giants Rising: How Leaders Can Help People and Companies Grow During the Followership Crisis. Routledge Francis and Taylors.

Riggio, et al., 2008. The Art of Followership: How Great Followers Create Great Leaders and Organizations. Jassey-Bass.

Shindler, James. 2015. Followership: What it Takes to Lead. Business Expert Press.

Photo by RODNAE Productions on Pexels

Leave a Reply