You are currently viewing Mudik di Tengah Pandemi

Mudik di Tengah Pandemi

Kebijakan pemerintah yang tidak secara eksplisit melarang mudik ke kampung halaman pada masa pandemi virus Corona atau Covid-19 sekarang ini menuai kontroversi. Di satu sisi menurut Machsus Fawzy (dosen ITS) tak ada jaminan pemudik terbebas dari Covid-19. Penyataan “Mudik Boleh Asal Tak Bawa Virus Corona”  menurutnya tidak realistis. Mengingat 10 juta atau 20 juta orang pemudik (perkiraan jumlah pemudik pada musim mudik tahun ini) merupakan jumlah yang sangat banyak. Tentu tak ada jaminan mereka terbebas dari Covid-19.

Apalagi dikabarkan beberapa kasus pasien positif Covid-19 tanpa gejala klinis atau asimtomatik. Mereka biasanya tak punya keluhan klinis seperti demam, batuk kering, apalagi sesak napas. Namun mampu menularkan virus Corona kepada orang lain yang sehat. Machsus Fawzy menambahkan bahwa sekalipun saat mudik nanti diterapkan protokol kesehatan pada simpul-simpul transportasi tetap saja pemudik berpotensi menjadi pembawa virus (carrier) dari kota-kota besar ke kampung-kampung dan lingkungan sekitarnya.

Di sisi lain banyak kelompok masyarakat di kota-kota besar yang kebetulan menjadi zona penyebaran Covid-19 yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar sehari-harinya selama masa pandemi ini sehingga punya dorongan sangat kuat untuk mudik. Tidak ada lagi aktivitas ekonomi yang dapat menopang kehidupan dasar mereka, terlepas dari apapun bentuk himbauan dari pemerintah soal mudik.

Lantas bagaimana sebaiknya sikap masyarakat desa atau kampung yang mau tidak mau menerima pemudik? Pertama dan utama, masyarakat desa atau kampung yang didatangi pemudik tidak perlu panik namun harus tetap waspada. Desa atau kampung harus mewajibkan setiap pemudik yang datang untuk memerikasakan dirinya terlebih dahulu di fasilitas-fasilitas kesehatan terlepas dari apapun kondisi kesehatan para pemudik tersebut.

Baru setelah para pemudik mendapat surat keterangan telah menjalani pemerikasaan mereka dapat memasuki desa atau kampung untuk kemudian menjalani swa-karantina selama minimal 14 hari. Jauh lebih bagus kalau desa atau kampung bisa menyediakan tempat isolasi khusus sehingga setelah para pemudik memasuki desa atau kampung mereka melakukan swa-karantina di tempat tersebut, tidak di rumah sanak saudaranya. Kemudian gunakan alokasi dana desa atau dana kelurahan untuk mensubsidi sementara kehidupan mereka.

Sedangkan untuk para pemangku kebijakan transportasi perlu selalu diingatkan kepada mereka agar terus memberlakukan protokol kesehatan wajib pada simpul-simpul transportasi seperti bandar udara, pelabuhan laut, pelabuhan penyeberangan, stasiun, terminal penumpang, halte bus, dan rest area di jalan tol. Hal ini penting karena pada simpul transportasi tersebut menjadi salah satu tempat berkerumunnya pemudik untuk meneruskan aktivitas perjalanan mudik ke kampung halaman.

Di luar kelompok masyarakat yang terpaksa mudik seperti di atas, menurut Muhammad Habib Abiyan Dzakwan dalam tulisannya yang berjudul Opsi Kebijakan Insentif dan Disinsentif bagi Pemudik untuk Mencegah Penyebaran Massal COVID-19 perlu diberlakukan kebijakan yang berbeda. Alasannya adalah kelompok tersebut terdiri atas masyarakat yang relatif tidak memiliki hambatan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan papan di tengah pandemi COVID-19.  Anggota kelompok tersebut setidaknya dicirikan dengan status pekerjaan ataupun sumber pendapatan yang permanen sehingga sangat memungkinkan bagi mereka menjalankan arahan kerja dari rumah (work-from-home) dan menjaga jarak fisik (physical distancing), di antaranya adalah pengusaha, pegawai swasta, ataupun ASN.

Selanjutnya menurut Muhammad Habib Abiyan Dzakwan (2020) harusnya diberlakukan larangan mudik bagi kelompok tersebut, karena toh kelompok tersebut masih bisa secara emosional terhubung dengan orang-orang yang mereka cintai di kampung halamannya lewat komunikasi jarak jauh. Konsekuensi selanjutnya adalah harus ada pengganti libur nasional setelah pandemi berakhir sehingga kelompok tersebut bisa mengganti jadwal mudik mereka dan lebih patuh untuk tidak mudik selama  masa pandemi ini.

Bacaan lebih lanjut

Dzakwan, Muhammmad Habib Abiyan. 2020. Opsi Kebijakan Insentif dan Disinsentif bagi Pemudik untuk Mencegah Penyebaran Massal COVID-19. Jakarta: Laporan CSIS. Fawzy, Machsus. 2020. Menyikapi Polemik Kebijakan Mudik Lebaran di Masa Pandemi Corona. Terbit di Radar Surabaya pada 4 April 2020.

*Sumber gambar: katadata.co.id

Leave a Reply