Sebagai salah satu pilar terkuat dalam membangun wirausaha, kepemimpinan memiliki peran krusial dalam menentukan keberhasilan. Sebab, pemimpin memegang roda kendali untuk mengarahkan anggotanya sampai berlabuh pada tujuan yang direncanakan serta mencegah karamnya usaha di tengah jalan. Dengan mengadopsi kepemimpinan yang tepat, bukan hanya membawa wirausaha untuk mencapai visi dan misi, namun juga memungkinkan potensi disharmoni tim yang menjadi faktor kegagalan dalam membangun bisnis.
Secara tradisional, kepemimpinan seringkali mengacu pada peran tunggal dengan tanggung jawab terpusat kepada pemilik posisi dan wewenang tertinggi dalam hierarki struktural melalui interaksi atasan-bawahan atau pemimpin-pengikut. Sistem kepemimpinan sentris dan individual, menurut (Yammarino, 2012) tak lagi efektif untuk diterapkan dalam membangun kewirausahaan di masa ini. Pesatnya laju perkembangan teknologi, meningkatnya kompleksitas dan risiko dalam pembentukan keputusan tidak lagi dapat dibebankan kepada seorang individu melainkan memerlukan spirit kolektivitas.
Menempatkan individu terlibat dalam posisi kepemimpinan dengan distribusi tanggung jawab sesuai kapabilitas dan expertise menjadi rekomendasi kepemimpinan yang tepat diterapkan untuk mempertahankan kewirausahaan di tengah gempuran rintangan di dunia kontemporer. Sebab, setiap individu yang memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu dapat mengambil peran sesuai dengan kapabilitas mereka sehingga permasalahan dapat diselesaikan dengan lebih efektif.
Kepemimpinan kolektivistik pada dasarnya lekat dengan prinsip gotong royong, menciptakan hubungan formal-informal, komunal, berbasis jaringan yang dinamis dan non-linear. Dalam praktiknya, kepemimpinan kolektif tidak terbatas pada struktur formal melainkan kolaborasi antara hubungan profesionalitas dan personal yang dibangun secara bersamaan (Yammarino, 2012). Jaringan informal terbentuk dari hubungan interaktif dan dinamis dalam pertukaran peran dari beberapa individu sebagai pemimpin. Meskipun demikian, kepemimpinan kolektif tidak semata-mata menihilkan konsep tradisional struktur pimpinan dan anggota, namun meredefinisikan konsep kepemimpinan dengan menggunakan cara kerja pergantian peran secara dinamis (Contractor, 2012).
Sebab memiliki beberapa pemimpin sekaligus, sistem kepemimpinan kolektif memungkinkan kegiatan transfer pengetahuan, kolaborasi, dan pembentukan keputusan bersama yang mendukung lingkungan kerja kooperatif. Menurut (Friedrich, 2009), beberapa aspek dari kepemimpinan kolektif yaitu:
Leader-Team Exchange
Desentralisasi kepemimpinan yang terdistribusi berdasarkan pada kemampuan memengaruhi, kapabilitas, dan keahlian memungkinkan pergantian peran antara anggota dan pemimpin. Sistem ini memiliki elemen pemberdayaan sebab memberikan kapasitas bagi individu sebagai pemimpin dan berperan dalam pendelegasian otoritas, pertukaran informasi, dan perkembangan kemampuan. Hal tersebut kemudian mendukung performa para anggota, termasuk kepuasan kerja dan loyalitas terhadap komitmen (Friedrich, 2009).
Komunikasi
Aspek ini menjadi sentral dalam arus informasi dan kolaborasi yang terbentuk antar anggota. Komunikasi yang terjadi adalah konsultasi dan feedback sehingga membantu meningkatkan perkembangan pengetahuan dan kemampuan dalam organisasi. Selain itu, komunikasi berkala juga menciptakan lingkungan yang afektif dan kooperatif. Komunikasi dalam kepemimpinan kolektif tidak hanya berperan dalam memerintah, namun juga memotivasi. Menurut (Friedrich ,2009), tiga bahasa yang digunakan dalam komunikasi ini meliputi pemberian arahan untuk mengklarifkasi tujuan bersama, meaning-making untuk mengkomunikasikan nilai dan budaya organisasi, dan bahasa empatik yang berkaitan dengan emosional.
Network
Jaringan yang terbentuk sebagai transportasi bagi pertukaran arus informasi dan pengetahuan bekerja secara informal dan formal. Dalam kepemimpinan kolektif, jaringan sosial menjadi elemen krusial, baik jaringan antar pemimpin maupun jaringan tim. Melalui sistem jaringan, setiap individu dalam organisasi dapat menginfluens anggota lainnya lebih efektif sekaligus mendapatkan sumber jamak terhadap informasi dari individu lainnya. Selain itu, sistem ini juga dapat memetakan para ahli dalam jaringan yang akan berperan sebagai pemimpin kolektif dan meningkatkan performa tim dalam proses kooperasi dan kolaborasi.
Iklim Kerja Afektif
Aspek emosional dalam kerja tim saling berpengaruh terhadap performa kerja individu dalam organisasi. Dalam kepemimpinan kolektif, interaksi berkala dalam jaringan berpengaruh terhadap transmisi afeksi yang kemudian berimplikasi terhadap meningkatnya kooperasi dan mengurangi potensi konflik. Selain itu, dalam mengelola work-related stress, kepemimpinan kolektif menjamin kuatnya dukungan sosial melalui interaksi dalam jaringan.
Parameter Performa Tim
Aspek parameter dalam kepemimpinan kolektif berperan untuk menentukan indikator dari kapasitas pemimpin serta kapabilitas tim dalam problem solving, orientasi, strukturasi dan pemeliharaan tim. Keberadaan ahli dalam jaringan yang ditempatkan sebagai pimpinan kolektif berpengaruh terhadap kemampuan tim dalam mengelola dan memecahkan permasalahan. Parameter interpersonal yang melibatkan tim yang suportif dan kohesif juga dapat dicapai dalam sistem kepemimpinan kolektif melalui komunikasi relasional, interaksi informal, manajemen diri dan desentralisasi kontrol. Selain itu, aspek tersebut juga menunjang kooperasi, koordinasi dan pemeliharaan tim.
Kepemimpinan kolektif memiliki implikasi signifikan dalam pembentukan lingkungan kerja yang kooperatif dan kolaboratif. Dengan mengadopsi gaya kepemimpinan ini, bukan hanya proses organisasional yang matang maupun performa kerja menguntungkan, namun juga memberdayakan.
Rerefensi
Contractor, Noshir & Dechurch, Leslie & Carson, Jay & Carter, Dorothy & Keegan, Brian. (2012). The Topology of Collective Leadership. The Leadership Quarterly. 23. 10.1016/j.leaqua.2012.10.010.
Friedrich, T. L., Vessey, W. B., Schuelke, M. J., Ruark, G. A., & Mumford, M. D. (2009). A framework for understanding collective leadership: The selective utilization of leader and team expertise within networks. The Leadership Quarterly, 20(6), 933–958. doi:10.1016/j.leaqua.2009.09.008
Yammarino, F. J., Salas, E., Serban, A., Shirreffs, K., & Shuffler, M. L. (2012). Collectivistic Leadership Approaches: Putting the “We” in Leadership Science and Practice. Industrial and Organizational Psychology, 5(04), 382–402. doi:10.1111/j.1754-9434.2012.01467.x