You are currently viewing Mengingat, Merayakan, dan Mengisi Kemerdekaan: Sejarah, Solidaritas, Produk Lokal, dan Rasa Malu

Mengingat, Merayakan, dan Mengisi Kemerdekaan: Sejarah, Solidaritas, Produk Lokal, dan Rasa Malu

Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebentar lagi datang. Sama seperti tahun lalu, kita masih harus memperingati tujuh belasan di bulan Agustus tahun ini di tengah pandemi Covid-19 yang mengharuskan kita menghindari kerumunan. Tentu saja ada suasana yang kurang karena kita tidak bisa ikut upacara atau perlombaan yang biasa diadakan pada tahun-tahun ssebelumnya. Namun, tetap ada beberapa cara menarik dan penting untuk memperingati, merayakan, dan mengisi ulang tahun kemerdekaan bangsa yang kita cintai ini.

Pertama, Anda dan teman-teman bisa mencoba untuk memahami sejarah dengan cara menonton film-film sejarah Indonesia bersama-sama secara daring. Dengan menonton film sejarah, kita dapat mengetahui bagaimana perkembangan bangsa Indonesia dari masa ke masa. Fakta-fakta tersebut selalu menjadi informasi yang menarik untuk digali, terutama bagi kalangan anak muda seperti Anda dan teman-teman yang selalu ingin tahu. Semakin kaya informasi yang kita miliki, semakin kritis pula pemikiran kita dalam menyikapi segala hal terkait sejarah.

Menonton film sejarah bisa juga menjadi alternatif cara belajar sejarah yang asyik dan menyenangkan. Dengan menonton film sejarah, kita menjadi lebih bisa memahami atas apa yang telah sejarah torehkan pada kehidupan yang kita alami saat ini. Pada akhirnya, menonton film sejarah bersama-sama secara daring juga bisa menjadi sarana Anda dan teman-teman untuk melatih keterbukaan pikiran. Beberapa peristiwa sejarah telah diangkat menjadi sejumlah film dengan perspektif yang berbeda-beda. Dengan menonton film-film sejarah tersebut, Anda dan teman-teman akan bisa menilai peristiwa tidak hanya dari satu sudut pandang saja, yang tentu menjadikan Anda dan teman-teman lebih bijaksana dalam menyikapi perjalanan bangsa Indonesia.

Kedua, Anda bisa ikut gerakan saling membantu antar warga di tengah pandemi ini. Salah satu ekspresi nasionalisme yang paling bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari adalah empati dan altruisme yang diwujudkan dengan tindakan solidaritas. Mengutip Seglow (2004:1-9), Robertus Robet (2013) mengatakan bahwa altruisme menjadi soal moral yang penting dewasa ini karena globalisasi telah mengubah “ state of nature” kehidupan masyarakat.  Kita hidup dalam “ a world of strangers”, sebuah dunia di mana melalui  tindakan, baik sengaja maupun tidak, kita dapat mempengaruhi atau  bahkan mengubah nasib manusia lain, manusia yang tak pernah kita jumpai.

Lebih lanjut Peter Kropotkin (2006) menerangkan bahwa sosialitas, kebutuhan tolong menolong, dan saling dukung merupakan bagian yang sangat melekat pada sifat manusia. Akibatnya, dalam masa kapan pun dalam sejarah, tak pernah kita lihat manusia tinggal dalam keluarga kecil terasing, saling kelahi demi tetap hidup. Hal yang sebaliknya dibuktikan oleh riset modern. Peter Kropotkin (2006) bahkan berani membantah konsep darwinisme sosial yang secara umum dipahami sebagai “yang akan bisa bertahan hanya yang paling kuat” dan menyatakan bahwa tolong menolong adalah sebuah faktor utama evolusi karena hal tersebut adalah naluri alamiah manusia.

Menolong saudara sebangsa kita pada saat-saat paling menyusahkan seperti saat ini adalah pembuktian bahwa nasionalisme bukan hanya soal berani mati untuk bangsa, apalagi mematikan saudara sebangsa dengan dalih nasionalisme harga mati. Nasionalisme yang layak hidup dalam diri setiap anak bangsa Indonesia adalah nasionalisme yang mampu saling menghidupi seluruh tumpah darah Indonesia.

Ketiga, Anda bisa mendukung gerakan nasional mengkonsumsi produk dalam negeri. Sekarang ini, hampir seluruh negara berusaha mengelola reputasinya. Sebut saja nama beberapa produk seperti K-Pop, Samsung, dan Hyundai maka ingatan kita langsung pada Korea Selatan. Berkaca dari itu maka produk-produk di Indonesia harus dibantu agar meningkat kualitasnya sehingga brandbrand lokal memiliki value yang tinggi di mata masyarakat Indonesia bahkan kalau bisa dunia. Tentu saja gerakan nasional mengkonsumsi produk dalam negeri tidak akan sukses kalau masyarakat “dipaksa” agar mengkonsumsi produk lokal tapi produk lokal tersebut tidak dijamin kualitasnya. Pemerintah  sendiri sebenarnya sudah melakukan berbagai upaya dalam mempromosikan produk lokal diantaranya dengan Kampanye 100% Cinta Indonesia. Kampanye ini diadakan untuk mempromosikan merek dan produk Indonesia yang diluncurkan tahun 2009. Meskipun pada awalnya kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran konsumen Indonesia dan mempromosikan produk dan merek Indonesia, pada perkembangannya kampanye ini tumbuh menjadi gerakan sosial masyarakat untuk menumbuhkan apresiasi dan rasa cinta kepada segala hal mengenai Indonesia, bukan hanya merek atau produk, tetapi termasuk makanan, kesenian, kerajinan tangan dan seni kriya, serta budaya Indonesia baik budaya tradisional maupun populer, serta banyak aspek mengenai Indonesia

Keempat, Anda bisa mulai membiasakan rasa malu. Benedict Anderson (1999), seorang ilmuwan politik yang lama meneliti Indonesia dan teoritisi nasionalisme terkemuka di dunia, pernah mengatakan bahwa nasionalisme bukan sekadar soal rasa bangga tetapi juga soal rasa malu. Menurutnya tidak ada seorang pun yang layak mengaku menjadi nasionalis yang utuh jika tidak merasa “malu” jika negaranya atau pemerintahnya sendiri melakukan tindak kejahatan, apalagi jika kejahatan itu dilakukan kepada warganya sendiri. Mereka merasa malu bahwa sejarah negara bangsa mereka dinodai dengan kekejaman, kebohongan, dan pengkhianatan pada cita-cita kemerdekaan. Jika rasa malu ini dapat ditumbuhkan secara sehat di Indonesia, warga Indonesia akan memiliki keberanian untuk selalu mengingatkan pada diri sendiri dan kepada para pengelola negara bahwa jangan sekali-kali mempermalukan bangsa kita dengan ketidakadilan dan penindasan.

Referensi

Anderson, Benedict R.O.G. 1999. Nasionalisme Indonesia Kini dan di Masa Depan. Naskah sebuah kuliah umum di Jakarta pada 4 Maret 1999.

Kropotkin, Peter. 2006. Gotong Royong Kunci Kesejahteraan Sosial; Tumbangnya Darwinisme Sosial. Depok: Piramedia.

Robet, Robertus. 2013. “Altruisme, Solidaritas, dan Kebijakan Sosial.” Jurnal Sosiologi MASYARAKAT, Vol. 18, No. 1, Januari 2013: 1-18. Seglow, Jonathan. 2004. “The Ethics of Altruism: Introduction”. Dalam  The Ethics of Altruism, diedit oleh Jonathan Seglow. London, Portland: Frank Cass Pub.

Photo by prananta haroun on Unsplash

Leave a Reply