Sedia Payung Sebelum Hujan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Curah hujan yang tinggi memang menjadi karakter negara dengan iklim tropis seperti Indonesia. Ditambah lagi wilayah lautan yang luas di Indonesia menyebabkan potensi hujan semakin tinggi. Hujan sudah menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat di Indonesia. Salah satu tandanya adalah adanya ungkapan “sedia payung sebelum hujan” yang diartikan sebagai kesiapan untuk menghadapi suatu peristiwa dan juga diartikan secara literal untuk selalu menyediakan payung karena hujan bisa turun kapan saja.

Payung sebagai alat pelindung badan tidak hanya bisa digunakan ketika turun hujan tetapi juga ketika cuaca sedang panas dan sinar matahari menyengat. Selain payung fungsional yang berfungsi untuk perlindungan dari panas dan hujan ada juga payung hias untuk keperluan seperti manten, khitanan, payung lampion, payung dinding tempel. Menariknya, ada pula “payung gabungan” yang mengabungkan keindahan payung hias dan fungsi sehari-hari dari payung fungsional.

Salah satu daerah yang menjadi pusat penghasil kerajinan payung di Indonesia adalah Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Kerajinan payung di daerah tersebut merupakan seni warisan. Para pengrajin menjadikan kerajinan payung sebagai tulang punggung ekonomi dan pernah menjadi bagian utama dalam kehidupan di daerah tersebut. Banyak pengrajin payung di daerah tersebut masih bertahan menekuni kerajinan ini karena merasa warisan leluhur yang harus diteruskan dan dilestarikan.

Di Jawa, secara historis payung berasal dari Kraton (Kerajaan). Pada awalnya payung digunakan untuk abdi Kraton kemudian baru muncul payung fungsional lalu sekarang ada payung hias (payung fungsional yang dihias). Untuk kerajinan payung tradisional Juwiring sendiri sebenarnya masih ada tanda-tanda geliatnya. Pelanggan mereka masih ada dimana-mana termasuk langganan besar seperti Kraton Surakarta, Kraton Cirebon, dan Kraton Yogyakarta (Ganes, 2012).

Secara lebih detail menurut Utami dan Wijaya (2014), di Kecamatan Juwiring Pada zaman dahulu tidak semua bulan dapat untuk memprodusi payung, maka hanya sekitar bulan Agustus-Oktober. Pemilihan bulan itu menurut dalam penanggalan Jawa (mongso), maka bambu yang dipergunakan untuk jeruji payung tidak mudah dimakan bubuk (sejenis pemangsa bambu). Jenis payung yang diproduksi hanya berjenis payung hujan yang memiliki diameter besar dan payung panas berupa payung batik.

Selepas tahun 1967 perusahaan daerah dari Jakarta yang mengurusi perindustrian (perusahaan daerah) berganti nama menjadi Aneka Yasa diserahkan kepada pemerintah Jawa Tengah, setelah perusahaan diserahkan pemerintah daearah maka bahan produksi payung berganti menjadi kertas kraft maka bahan-bahan menjadi sulit dibuat dan susah untuk dibuat kreasi, ini dikarenakan kertas kraft yang tebal seperti kertas semen. Untuk sekarang payung yang kertas semen omsetnya sangat kecil hanya untuk pasaran dibakar di Bali (Utami dan Wijaya, 2014).

Produksi di Kecamatan Juwiring sendiri mencapai kejayaan pada tahun 1967-1968 memproduksi hampir 140 ribu payung per tahun. Proses produksi yang terjadi di pengrajin dimulai dengan menyortir barang, maka proses produksi dilakukan oleh semua anggota keluarga termasuk anak-anak bekerja membuat payung dan menggukan lem payung itu harus istimewa jika terkena air tidak mengelupas itu berasal dari buah Kleco. Pada zaman dahulu para pengrajin payung mencari buah Kleco sampai ke Bandung. Semua bahan baku untuk membuat payung didatangkan dari luar kecamatan Juwiring jadi di Juwiring hanya tenaga saja (Utami dan Wijaya, 2014).

Sekarang ini, selain usaha kerajinan payung tradisional yang sudah disebutkan di atas, banyak pengrajin yang juga memasarkan payung tanpa hiasan. Produk tanpa hiasan tersebut bisanya digunakan oleh para pedagang-pedagang besar. Beberapa pengrajin lain banyak yang beralih membuat payung motha, payung Kraton serta payung untuk dekorasi pengantin yang warnanya bermacam-macam dan harganya lebih mahal. Untuk kondisi kontemporer akan sangat menarik kalau para pengrajin bisa berinovasi dengan menghasilkan payung fungsional untuk digunakan sehari-hari yang dihiasi gambar atau motif yang digemari anak-anak muda seperti K-Pop atau tokoh-tokoh kartun. Tentu menerima pesanan payung dengan gambar partai politik atau para kontestan politik elektoral juga bukan hal yang tabu dan sangat mungkin menguntungkan.

Referensi

Ganes, Romia. 2012. Kerajinan Payung Tradisional di Gumantar Juwiring Klaten Jawa Tengah. Yogyakarta: Skripsi Program Studi Pendidikan Seni Kerajinan Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Utami, Trisni dan Wijaya, Mahendra. 2014. Etos Kerja ada Pengrajin Payung di Juwiring, Klaten. Sosiologi Reflektif, Volume 9, No. 1, Oktober 2014.

Image by Souvick Ghosh from Pixabay

More to explorer

Mengenal Jenis Jenis Wirausaha di Indonesia

Sektor wirausaha merupakan salah satu perhatian pemerintah dalam melakukan upaya pembangunan jangka menengah. Hal tersebut dikarenakan adanya wirausaha yang dilakukan oleh masyarakat

Close Menu