You are currently viewing Desa dan Normal Baru

Desa dan Normal Baru

Normal baru sebagai pedoman publik beraktivitas pasca pandemi Covid-19 atau yang populer disebut sebagai New Normal saat ini sedang ramai dibicarakan. Asal mulanya adalah pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menegaskan bahwa masyarakat harus bisa tetap produktif. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menegaskan, istilah normal baru lebih menitikberatkan pada perubahan budaya masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. Misalnya selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), memakai masker kalau keluar rumah, mencuci tangan dan seterusnya.

Pemerintah menetapkan Provinsi Bali, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Kepulauan Riau menjadi proyek percontohan pertama penerapan protokol tatanan hidup normal baru alias new normal dalam rangka pemulihan ekonomi di sektor pariwisata yang terpuruk akibat pandemi virus corona. Di Yogyakarta contohnya, beberapa kegiatan menuju The New Normal yang tengah berlangsung antara lain pembersihan destinasi wisata, perbaikan fasilitas, penambahan fasilitas, penyediaan tempat cuci tangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang akan mengawaki kepariwisataan pada New Normal.

Selain sektor pariwisata, desa-desa di Daerah Istimewa Yogyakarta juga sedang bersiap menghadapi normal baru. Contohnya Desa Bangunharjo di Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul yang membagikan bantuan sosial agar warga tetap terjamin kesejahteraannya dan siap menghadapi normal baru. Pemerintah Desa Bangunharjo memberikan bantuan sembako kepada 1.725 warga yang sampai saat ini belum menerima sama sekali bantuan dari pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah desa dengan BLT yang bersumber dari dana desa.

Bantuan dari Desa Bangunharjo tersebut berisi beras 5 kilogram, minyak 2 liter, telur 1 kilogram, gula pasir 2 kilogram dan kecap 1 botol dengan nilai rupiah Rp160 ribu. Menurut pengakuan Kepala Desa Bangunharjo, Yuni Ardi Wibowo, pemerintah desa sangat dilematis karena para penerima bantuan sembako sebenarnya warga yang tidak bisa makan namun tidak masuk dalam kriteria kemiskinan dari Kementerian Sosial yang menjadi acuan dalam memberikan bantuan sosial, sehingga nama mereka dicoret sebagai penerima bantuan sosial.

Desa tetangga Bangunharjo, Panggungharjo juga bersiap menghadapi normal baru. Pemerintah Desa Panggungharjo menerapkan konsep bernama Merdesa untuk menghadapi pandemi virus Corona atau Covid-19. Program tersebut fokus terhadap kebudayaan sosial yang saat ini diperlukan untuk menyongsong normal baru. Menurut Kepala Desa Panggungharjo, Wahyudi Anggoro Hadi, Merdesa adalah suatu gambaran di mana kehadiran negara bertemu dengan kebudayaan sosial. Selanjutnya mereka mencoba untuk mengkombinasikan kapasitas politik dan birokrasi yang ada di Pemerintah Desa dan kapasitas sosial di warga masyarakat desa.

Merdesa sendiri sudah bergulir sejak tanggal 16 Maret, tepatnya sekitar 2 minggu setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kasus pertama Covid-19. Selanjutnya Pemerintah Desa telah membuat satu gugus tugas yang disebut panggung tanggap Covid-19 yang dibagi menjadi dua modul yaitu modul lapor dan modul dukung. Modul lapor berguna untuk mengidentifikasi, memetakan kira-kira dampak-dampak apa yang akan dihadapi oleh warga masyarakat desa. Dari identifikasi itu, muncul 3 dampak yang dirasakan oleh warga baik dari aspek klinis, ekonomi, maupun sosial. Sementara modul dukung berguna untuk mendukung pendataan.

Di Desa Panggungharjo sudah didistribusikan lebih dari 4 ribu paket sembako, dari pemerintah 2.800an dan sisanya inisiasi warga desa sendiri. Pemerintah Desa Panggungharjo juga berupaya menstabilkan rantai pasok. Mengingat bantuan langsung tunai (BLT) dana desa itu kemudian penerima manfaat hanya 3 persen, padahal alokasi anggaran yang mereka keluarkan 35 persen dari total dana desa. Sehingga mereka mencoba untuk memaksimalkan nilai manfaat atas dana desa itu dengan tanda kutip memaksa para penerima BLT dana desa membelanjakan bantuannya kepada warung tetangga, atau dengan kata lain agar terjadi perputaran uang di desa.

Selain di Yogyakarta, Desa Genteng Wetan di Banyuwangi, Jawa timur juga bersiap menghadapi normal baru. Di desa tersebut, petugas menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), seperti masker dan pelindung wajah. Protokol bagi warga disiapkan, seperti wajib bermasker, cuci tangan sebelum masuk kantor, hingga dipindai suhu tubuhnya. Pengunjung bersuhu lebih dari 37 derajat tak diperkenankan masuk, dan langsung dihubungkan dengan Puskesmas terdekat. Tempat duduk juga dibuat berjarak dan handsanitizer disiapkan di setiap meja pelayanan.

Sumber gambar: economy.okezone.com

Leave a Reply