Hampir 80% start-up company (perusahaan mula) di Indonesia gagal pada tahun pertama (Hubeis dalam Lupiyoadi, 2004). Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Wirasasmita (1998) dalam Suryana (2001) bahwa tingkat mortalitas/kegagalan usaha kecil di Indonesia mencapai 78%. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat kegagalan bagi usaha baru sangatlah tinggi.
Timmons (2003) menggambarkan bahwa pada tahap awal, pendirian usaha baru selalu dimulai dengan adanya suatu peluang yang sangat besar, tetapi belum diimbangi oleh sumberdaya finansial serta tim manajemen yang cukup. Akibatnya timbul ketimpangan yang memperbesar faktor ketidakpastian dan risiko yang meningkatkan kemungkinan kegagalan usaha.
Uraian di atas menunjukan bahwa untuk menumbuhkan jiwa dan kemampuan kewirausahaan, diperlukan suatu usaha nyata yang terprogram dalam kurikulum. Pembekalan dan penanaman jiwa entrepreneur ala seminar-seminar motivasi jelas tidak cukup untuk digunakan sebagai bekal kewirausahaan. Bentuk paling umum dan teruji dari usaha nyata yang terprogram dan mempunyai kurikulum untuk membekali kemampuan wirausahawan perintis adalah inkubasi bisnis yang dilakukan oleh inkubator bisnis.
Inkubasi bisnis merupakan tuntutan dari the new global economy, yang terjadi karena adanya perubahan yang cepat dan signifikan di bidang teknologi, telekomunikasi, digitalisasi dan adanya globalisasi. Perubahan tersebut memaksa adanya perubahan pada setiap pelakunya mulai dari skala negara, perusahaan/organisasi, masyarakat, sampai individu. Inkubasi Bisnis sendiri secara sederhana bisa didefinisikan sebagai proses pembinaan bagi usaha kecil dan atau pengembangan produk baru yang dilakukan oleh inkubator bisnis dalam hal penyediaan sarana dan prasarana usaha, pengembangan usaha dan dukungan manajemen serta teknologi.
Inkubator Bisnis sendiri oleh Pemerintah Indonesia (Juknis Tentang Pengembangan Kewirausahaan Nomor: 81.3/Kep/M.KUKM /VIII/2002) didefiniskan sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang penyediaan fasilitas dan pengembangan usaha, baik manajemen maupun teknologi bagi usaha kecil dan menengah untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan usahanya dan atau pengembangan produk baru agar dapat berkembang menjadi wirausaha yang tangguh dan atau produk baru yang berdaya saing dalam jangka waktu tertentu.
Salah satu pihak yang paling tepat untuk mengembangkan inkubator bisnis adalah Perguruan Tinggi. Menurut Musanto (2004), Perguruan Tinggi dapat berperan dalam pengembangan usaha rintisan karena empat faktor:
- Perguruan Tinggi memiliki fasilitas laboratorium yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan.
- Perguruan Tinggi memiliki fakultas-fakultas dari berbagai disiplin ilmu (spesialisasi) yang dapat dimanfaatkan untuk studi pengembangan pembinaan dari berbagai aspek sesuai dengan kasus yang dihadapi.
- Perguruan Tinggi merupakan organisasi non profit yang memiliki visi kuat dalam pemberdayaan masyarakat melalui Tri Darma Perguruan Tinggi.
- Perguruan Tinggi memiliki cukup banyak mahasiswa yang dapat dikerahkan melalui kegiatan-kegiatan tertentu seperti KKN, Bakti Sosial, dan lain-lain untuk menunjang kegiatan Perguruan Tinggi dalam melaksanakan kegiatan konsultasi.
Tri Siwi Agustina (2011), menjelaskan bahwa inkubator bisnis yang berada dalam naungan Perguruan Tinggi dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh usaha rintisan dengan lima program, yaitu:
1. Riset Pasar
Kegagalan bisnis karena tidak terdapatnya pasar potensial yang menyerap ide bisnis yang ditawarkan dapat diatasi melalui aktivitas riset pasar. Bagi wirausaha baru, aktivitas ini bermanfaat untuk membantu menganalisis peluang dan potensi pasar dalam rangka penciptaan dan pengembangan usaha, serta sebagai cara untuk menentukan kelayakan dan perilaku pasar dalam konteks permintaan dan penawaran.
2. Pelatihan dan Pembinaan
Pelatihan ditujukan untuk membentuk dan mengembangkan sikap dan perilaku ‘entrepreneur’, yang mampu berkreasi, menciptakan inovasi, dan proaktif dalam menghadapi perkembangan lingkungan. Pelatihan bagi mahasiswa sebagai pengusaha mula bersifat terapan, artinya ada kaitannya dengan bidang usaha di mana dia bekerja serta memberikan manfaat instan (instant benefit) artinya dapat memberi manfaat langsung. Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan keterampilan di tempat praktik, mengetahui dan menyesuiakan keterampilan yang dimiliki dengan kondisi nyata dalam praktik, sehingga dapat diketahui kendala / kesulitan yang ditemukan dalam praktik kerja maka setelah pelatihan dapat dilengkapi dengan pemagangan. Bentuk teknis dari pemagangan yang diterapkan adalah pengiriman individu dan/atau kelompok pada usaha-usaha kecil, menengah dan sudah bersumberdaya, baik lokal maupun antardaerah. Sedangkan Pembinaan bertujuan untuk membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh mahasiswa sehubungan dengan usaha-nya. Sifat bantuannya adalah konsultasi yang dilakukan secara berkesinambungan dengan memegang prinsip manajemen kewirausahaan.
3. Kerjasama Antar Lembaga
Program ini bertujuan menciptakan solusi terbaik (win-win solution) yang prosesnya memanfaatkan keunggulan strategik bagi usaha-usaha yang saling terkait untuk bekerjasama. Prinsip saling butuh akan tercipta antar-organisasi yang pada akhirnya menghasilkan nilai tambah (value added) dan manfaat ekonomis.
4. Pembentukan Unit Bisnis
Program ini bertujuan mengarahkan dan membimbing proses penyelenggaraan usaha / unit usaha dari suatu organisasi bisnis yang dibentuk. Bentuk teknis-nya adalah pendampingan, konsultansi terstruktur (periodical) dan insidential yang terselenggara atas dasar kebutuhan/permintaan.
5. Pengembangan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan mengembangan pasar bagi mahasiswa wirausahawan yang telah mapan dalam suatu usaha. Bentuk pengembangan dapat berwujud restrukturisasi, rekayasa, produk, pasar, dan manajerial.
Gambaran kondisi merintis usaha dan manfaat inkubator yang sudah disebutkan di atas menjadi bukti bahwa selain telur, bisnis Anda juga perlu di-inkubasi agar Anda bisa menetas menjadi wirausahasawan sukses.
Referensi
Agustina, Tri Siwi. 2011. Peran Inkubator Bisnis Perguruan Tinggi dalam Meminimalkan Resiko Kegagalan bagi Wirausaha Baru pada Tahap Awal (Start-Up). Majalah Ekonomi. Tahun XXI, No. 1 April 2011, pp. 64-74.
Lupiyoadi, Rambat. 2004. Entrepreneurship From Mindset To Strategy, Edisi Kedua. Jakarta: Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Musanto, Trisno., 2004, Peran Pro-Aktif Perguruan Tinggi dalam Pengembangan Usaha Kecil dan Desa Binaan, Artikel, Majalah Ekonomi Universitas Airlangga, Tahun XIV, No.3, Desember, Surabaya.
Suryana. 2001. Kewirausahaan. Jakarta: Salemba Empat.
Timmons A.J, Spinelli S. 2003. New Venture Creation Entrepreneurship For The 21st Century. New York: Mc Graw Hill. Zimmerer dan Scarborough. 2005. Kewirausahaan Dan Manajemen Usaha Kecil, terjemahan, edisi keempat. Jakarta: Penerbit PT Indeks.
Photo: nemolab.id