Pada musim penghujan seperti sekarang, bisa dibilang ketersediaan air sangat tercukupi. Ketersediaan air yang melimpah tersebut sudah seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik. Selain karena air sendiri adalah kebutuhan pokok manusia yang sangat penting, di Indonesia Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan bahwa pengusahaan air harus ada pembatasan yang sangat ketat sebagai upaya menjaga kelestarian dan keberlanjutan ketersediaan air bagi kehidupan bangsa.
Pembatasan tersebut adalah:
- Setiap pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan, apalagi meniadakan hak rakyat atas air karena bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya selain harus dikuasai oleh negara, juga peruntukannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
- Negara harus memenuhi hak rakyat atas air. Akses terhadap air adalah salah satu hak asasi tersendiri.
- Kelestarian lingkungan hidup adalah salah satu hak asasi manusia “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” (Pasal 28H ayat (1) UUD 45).
- Sebagai cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat maka pengawasan dan pengendalian oleh negara atas air sifatnya mutlak.
- Karena air merupakan sesuatu yang sangat mengusai hajat hidup orang banyak maka prioritas utama yang diberikan pengusahaan atas air adalah BUMN/BUMD.
- Apabila setelah semua pembatasan tersebut diatas sudah terpenuhi dan ternyata masih ada ketersediaan air, Pemerintah masih dimungkinkan untuk memberikan izin kepada usahaa swasta untuk melakukan pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu dan ketat.
Poin-poin dari Mahkamah Konstitusi tersebut sesuai dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Bumi, Air, dan Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pasal ini merupakan bentuk konstitusionalitas dianutnya demokrasi ekonomi, yang berarti bahwa penyelenggaraan negara harus ditujukan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Salah satu cara untuk memanfaatkan ketersediaan air yang melimpah pada musim penghujan adalah dengan menjadikan air sebagai sumber energi alternatif. Salah satu metode yang dapat ditempuh untuk menggunakan air sebagai sumber energi alternatif adalah dengan membangun kincir air. Pembangkit listrik tenaga air dengan menggunakan metode kincir air yang tepat untuk dikembangkan di desa yang mayoritas penduduknya belum menikmati listrik. Konstruksinya sederhana, murah, dan mudah dalam perawatannya.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta misalnya, potensi tenaga air di Provinsi DIY yang dapat dimanfaatkan untuk PLTMH mencapai 763,6 kW. Potensi tenaga air yang terbesar berada di saluran irigasi Kalibawang, Semawung dengan potensi sebesar 200 kW. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang telah beroperasi di Daerah Istimewa Yogyakarta diantaranya adalah Minggir unit I dan II (Sleman), Talang Krasak, Turi unit I dan II, Dusun Bendo (Bantul) dan Singosaren. Besarnya tenaga air yang dapat dimanfaatkan bergantung pada besarnya head dan debit air. Secara teknis komponen untuk PLTMH sudah bisa dibuat di dalam negeri sehingga dapat dikatakan sudah layak secara ekonomis untuk dikembangkan. Untuk jangka panjang ketersediaan air yang berkelanjutan sangat penting bagi kelangsungan operasional PLTMH. Oleh karena itu kelestarian lingkungan di sisi hulu sungai sangat perlu untuk dijaga. Tentu saja, meskipun Ketika musim hujan ketersediaanya melimpah, air wajib dihemat. Penghematan ini perlu benar-benar diperhatikan dan dilakukan untuk menghindari kelangkaan air di masa depan. Suatu negara dikatakan sedang mengalami water stress saat suplai air tahunan kurang dari 1.700 m3 per orang. Kemudian apabila suplai air tahunan kurang dari 1.000 m3 per orang, negara tersebut dikatakan mengalami water scare. Kita tentu tdak menginginkan kondisi tersebut, yang kita inginkan adalah energi air terus mengalir.
Photo by Cédric Dhaenens on Unsplash