You are currently viewing Merayakan Hujan

Merayakan Hujan

Indonesia adalah negara tropis yang memiliki dua musim yaitu kemarau dan penghujan. Jika musim kemarau sering mengakibatkan kekeringan, sebaliknya banjir sering diakibatkan oleh meluapnya air pada musim penghujan. Tentu saja pada kenyataannya tidak serta merta fenomena musim atau cuaca di Indonesia membawa hal-hal yang merugikan. Hal-hal menguntungkan bisa kita dapatkan dari peristiwa alam, contohnya hujan, jika kita mampu mempersiapkan.

Salah satu hal yang dapat dimanfaatkan dari tingginya curah air hujan di Indonesia adalah pemenuhan air bersih. Kebutuhan akan air bersih merupakan sebuah masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota besar di dunia. Kebutuhan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk yang mengakibatkan tidak hanya naiknya kebutuhan air namun juga kualitas sumber air dan air bersih yang dikonsumsi. Air hujan dapat menjadi salah satu alternatif sebagai sumber air bersih perkotaan. Di Korea dan Malaysia, pemanfaatan air hujan dianggap sebagai jawaban pemenuhan kebutuhan air bersih yang sangat mendesak. Di Brazil, diperkirakan 35% kebutuhan air bersih dapat dipenuhi dengan memanfaatkan air hujan (Suprapto, 2015).

Suprapto (2015) menjelaskan bahwa secara garis besar, pemanfaatan air hujan untuk kebutuhan perkotaan dapat dibagi menjadi dua jenis:

1. Penggunaan untuk kebutuhan domestik

2. Penggunaan untuk kebutuhan sarana publik

Pada penggunaan untuk kebutuhan domestik, berbagai telaah telah dilakukan terhadap sistem pengumpulan dan perlakuan air hujan. Kebanyakan telaah mengkhususkan sistem pengumpulan dan perlakuan air hujan sebagai sistem individual. Pemanfaatan air hujan dilakukan oleh masing-masing struktur bangunan tanpa melibatkan sebuah sistem terpadu. Lazimnya, kebutuhan air paling besar adalah untuk kebutuhan MCK (Mandi, Cuci, Kakus). Kebutuhan air cuci dapat menghabiskan 20 persen dari kebutuhan sebuah rumah tangga, atau sebesar 25 m3 air per tahunnya.

Pada penggunaan untuk kebutuhan sarana publik, perlakuan yang diberikan tidak jauh berbeda dengan kebutuhan domestik. Namun, dengan skala yang berbeda, tantangan yang dihadapi sarana publik untuk memanfaatkan air hujan berbeda dengan tantangan pada skala domestik. Tantangan ini tergantung dari luasan daerah pengumpulan air hujan, karakteristik atmosfer, dan pengaruh lingkungan sekitar (Suprapto, 2015).

Agar bisa lestari, pemanfaatan air hujan harus memperhatikan faktor keberlanjutan. Darsono (2007) memaparkan bahwa Pengelolaan air hujan secara lokal yang ramah lingkungan dikenal dengan teknik “Low Impact Development” (LID). Konsep pengelolaan air hujan dengan teknik ini adalah pengelolaan air hujan dengan skala mikro yang dilakukan di lokasi atau di sekitar daerah tangkapan air hujan.

LID memanfaatkan praktik pengelolaan air hujan yang terintegrasi antara sistim drainase lokal, skala kecil, dan pengendalian sumber daya air regional. Praktik pengelolaan air hujan yang terintegrasi ini tidak hanya tergantung pada jaringan saluran drainase dan bangunan pengontrolnya, tetapi juga memanfaatkan gedung-gedung, infrastruktur drainase dan penataan lahannya dalam usaha menahan aliran air hujan ke daerah hilir.

Untuk konteks pulau-pulau kecil di Indonesia, air hujan sering dimanfaatkan dengan cara pemanenan air hujan. Pemanenan air hujan (rain water harvesting) adalah upaya untuk memanfaatkan air hujan yang jatuh untuk memenuhi kebutuhan air manusia dan atau tujuan konservasi. Pemanenan air hujan yang banyak dilakukan adalah dalam bentuk pemanenan air hujan melalui atap rumah yang kemudian disalurkan ke dalam bak penampung ataupun ke dalam sumur resapan (Cahyadi dan Tivianton, 2013).

Bagi penggunaan rumah tangga, Choirul Amri (dosen Politeknik Kesehatan Yogyakarta) dalam siarannya di acara Kiprah Desa yang disiarkan Radio Republik Indonesia Yogyakarta pada tahun 2017 yang lalu menyatakan bahwa beberapa hal sederhana berikut dapat dilakukan untuk memanfaatkan air hujan:

  1. Membuat kolam atau sumur tadah hujan, yang airnya dapat kita manfaatkan berbagai keperluan.
  2. Membuat kolam air hujan yang dapat kita manfaatkan untuk kolam ikan (lele, gurame, patin, atau jenis ikan lain yang tahan hidup tanpa air mengalir, atau bisa juga jenis ikan lain dengan bantuan aerasi.
  3. Membuat biopori untuk mempercepat serapan air ke dalam tanah sebagai cadangan sumber air alam.
  4. Menyediakan area terbuka yang memungkinkan air meresap ke dalam tanah. Menutup halaman dengan semen atau beton sebenarnya merupakan hal salah, karena menghambat air meresap ke dalam tanah.
  5. Menanam pohon di halaman rumah. Semakin banyak pohon, semakin cepat air meresap ke dalam tanah. Akar-akar pohon akan ikut mempertahankan air sebagai sumber kehidupan.

Pada akhirnya memang benar bahwa pelangi yang indah memang akan terlihat setelah hujan reda, tetapi kita tidak perlu menunggu reda untuk merayakan hujan.

Photo by Erik Witsoe on Unsplash

Leave a Reply