You are currently viewing Beternak Lele Tidak Akan Seburuk Olok-Olok Mahasiswa Semester Akhir

Beternak Lele Tidak Akan Seburuk Olok-Olok Mahasiswa Semester Akhir

Ternak lele. Begitu biasanya jawaban bercanda dari mahasiswa semester akhir yang bingung setelah lulus mau bekerja apa. Beternak lele seperti menjadi “olok-olok” bagi mereka yang dianggap belum atau tidak punya masa depan. Tapi apakah benar beternak lele begitu suram? Jawabannya tentu saja tidak.

Data dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukan bahwa produksi ikan lele dari tahun 2009 sampai 2015 terus mengalami peningkatan. ahun 2009  produksi  nasional  ikan  lele  sebesar  144.755  ton,  tahun  2010  sebesar  242.811  ton,  tahun  2011  sebesar  337.557  ton, lalu tahun 2012 meningkat menjadi 441.217 ton dan pada tahun 2013 terus meningkat menjadi 758.455 ton.  Adapun  proyeksi  produksi  ikan  lele  nasional  dari  tahun  2015  hingga  tahun  2019  ditargetkan  mengalami  peningkatan  yakni  pada  tahun  2015  sebesar  1.058.400  ton  meningkat  menjadi  1.779.900  ton  pada  tahun  2019. Di wilayah kota-kota besar seperti Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (JABODETABEK), permintaan atau kebutuhan lele mencapai 75 ton per hari.

Dari sisi masyarakat, pengetahuan masyarakat   mengenai    kandungan  gizi  ikan  lele  semakin  meningkat.  Nilai gizi ikan lele   termasuk   tinggi   dan   baik   untuk   kesehatan karena  tergolong  makanan  dengan  kandungan  lemak yang  relatif  rendah  dan  mineral  yang  relatif  tinggi. Kandungan protein ikan lele termasuk tinggi, yaitu sekitar 17,7%. Protein   ikan   adalah   protein   yang istimewa karena berfungsi sebagai penambah  jumlah protein yang dikonsumsi, serta sebagai pelengkap mutu protein dalam menu. Protein ikan mengandung semua asam amino esensial yang dalam jumlah yang cukup. Protein ikan mengandung lisin dan metionin yang lebih tinggi dibandingkan protein susu dan daging.  Ikan darat  umumnya  mengandung  protein  dengan  kadar metionin  dan  sistin  yang  tinggi.

Kebutuhan akan lele tidak hanya terjadi di Indonesia, lembaga pangan dunia (FAO) mencatat produksi ikan global terus meningkat dari waktu ke waktu, bahkan pertumbuhan kebutuhan ikan global justru terus tumbuh hingga melebihi populasi penduduk di dunia. Melihat besarnya peluang tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan mendorong strategi pengembangan industri budidaya lele berkelanjutan. Tujuannya sudah jelas, yakni untuk menggenjot produksi lele secara nasional dan memenuhi kebutuhan konsumsi ikan lele dan juga untuk memasok permintaan lele dari mancanegara. Di masa depan, sangat mungkin produsen utama ikan lele di dunia adalah Indonesia.

Kementerian Kelautan dan Perikanan sendiri merencanakan tiga strategi untuk meningkatkan produksi ikan lele nasional. Strategi pertama, adalah mengembangkan skala usaha budidaya menjadi sebuah industri yang berbasis teknologi berkelanjutan. Strategi tersebut, harus didorong secara holistik melalui pengembangan industri perbenihan, sistem produksi pembesaran, pengembangan input produksi lebih efisien, pakan mandiri, dan industri pengolahan ikan.

Strategi kedua adalah peningkatan daya saing produk. Strategi tersebut wajib diterapkan, karena produk lele di masa mendatang akan berorientasi pada ekspor dan itu menuntut peningkatan daya saing produk. Salah satu cara paling ampuh untuk mencapai tujuan tersebut, adalah dengan meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pangan. Strategi ketiga adalah mendorong terciptanya efisiensi produk. Strategi itu, terutama untuk menciptakan bagaimana proses produksi bisa lebih efisien dan simpel dengan tetap mengutamakan kualitas mutu dari setiap produk.

Dari aspek produksi sendiri, pembenihan ikan   lele   perlu   memperhatikan   faktor-faktor   yang memengaruhi keberhasilan dalam menghasilkan benih  yang   berkualitas.   Faktor-faktor   yang   memengaruhi  diantaranya   adalah   indukan   lele   yang   berkualitas,  kolam  yang  memadai,  air  yang  tersedia,  sarana  dan  prasarana produksi, perawatan benih, dan iklim. Faktor  yang  dapat  dikendalikan  adalah  indukan  berkualitas,  kolam,  air  yang  tersedia,  dan  perawatan,  sedangkan  iklim  dan  cuaca  merupakan  faktor  yang  tidak  dapat  dikendalikan.  

Salah   satu   cara   dalam   menghadapi  permasalahan iklim adalah dengan penerapan teknologi  yang tepat sehingga faktor iklim yang berdampak pada  kegagalan  pembenihan  dapat  dicegah.  Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal  (genetik dan kondisi fisiologis ikan) dan faktor eksternal  yang berhubungan dengan lingkungan. Faktor eksternal  terdiri  atas  komposisi  kualitas  kimia  dan  fisika  air,  bahan  buangan  metabolik,  ketersediaan  pakan,  dan  penyakit.

Sedangkan dari aspek kebijakan, diperlukan kebijakan perluasan lahan usaha yang dipenuhi sarana dan prasarana antara lain benih yang berkualitas, dan pakan lokal yang kompetitif. Kemudian diperlukan penyesuain rantai pasok komoditi perikananan budidaya untuk pemenuhan keberlanjutan pasokan ikan lele, dan mendorong tersedianya sarana-prasarana untuk mendukung proses rantai pasok tersebut dan tentu saja optimasi pengembangan sistem informasi. Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya memerlukan dukungan berbagai pihak, mulai dari aspek produksi, industri hilir (handling and processing), hingga ke pemasaran dan perdagangan.

Pada akhirnya, beternak lele tidak akan seburuk olok-olok mahasiswa semester akhir.

Photo by Milos Prelevic on Unsplash

Leave a Reply