Secara historis, gagasan mengenai social entrepreneur pertama kali berkembang di wilayah Eropa (Hasanah, 2018). Di Indonesia sendiri, praktik sociopreneurship telah ada sejak masa kolonial Hindia Belanda. Namun, pada saat itu belum dikenal dengan istilah sociopreneurship atau kewirausahaan sosial, melainkan termasuk ke dalam gerakan sosial yang memiliki tujuan dan dampak sosial. Meski demikian, gerakan sosial dengan kewirausahaan sosial merupakan dua sisi dari koin yang sama (Raditya, 2020).
Contoh gerakan sosial atau sociopreneurship yang sudah terbentuk pada masa itu adalah Sarekat Dagang Islam yang diprakarsai oleh HOS Tjokroaminoto, Taman Siswa oleh Boedi Oetomo, Organisasi Masyarakat Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Organisasi-organisasi tersebut telah menggunakan prinsip sociopreneurship dalam menjalankan programnya.
Istilah sociopreneurship sendiri merupakan gabungan dari kata “social” dan “entrepreneurship” yang sesuai dengan namanya, sociopreneurship menggabungkan konsep bisnis berkelanjutan dengan isu sosial. Sociopreneurship memiliki andil besar dalam menciptakan kesejahteraan sosial. Hal tersebut dikarenakan sociopreneurship tidak hanya berfokus pada kemampuan menghasilkan keuntungan saja, melainkan juga kemampuan dalam memberdayakan masyarakat untuk memiliki kemandirian guna menciptakan pemerataan kesejahteraan (Anoviar 2013).
Seseorang yang memahami masalah sosial dan menggunakan keterampilan kewirausahaan tersebut untuk melakukan perubahaan sosial, khususnya di bidang kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan dikenal sebagai sociopreneur (Santosa, 2007). Jika wirausahawan mengukur keberhasilan kinerjanya dari keuntungan atau pendapatan, sociopreneur mengukur keberhasilannya dari manfaat yang dirasakan oleh masyarakat (Wulan, dkk, 2019).
Karakteristik sociopreneurship
Dalam menjalankan model bisnis kewirausahaan sosial, sociopreneur diharapkan memiliki karakteristik yang berbeda dengan wirausahawan pada umumnya. Adapun perbedaan karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:
- Fokus pada misi sosial
Sociopreneur diharapkan fokus pada visi dan misi yang telah dipilih sehingga nilai dari bisnis sosial yang sedang dibangun atau dijalankan dapat sampai dengan maksimal untuk memberikan dampak atau perubahan positif bagi masyarakat.
- Peka dan Inovatif
Karena sociopreneurship berorientasi pada penyelesaian masalah sosial, maka sociopreneur dituntut untuk peka dan inovatif. Pasalnya, kedua hal tersebut diperlukan untuk dapat menemukan masalah sekaligus solusi efektif atas permasalahan yang sedang terjadi di masyarakat.
- Rela berkorban
Sesuai dengan tujuannya, sociopreneurship ditujukan untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat sehingga keuntungan yang diperoleh dari hasil bisnis tersebut akan digunakan untuk kebutuhan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, sociopreneur diharapkan mampu mengesampingkan kepentingan pribadinya untuk kepentingan masyarakat.
Contoh sociopreneurship
Adapun contoh sociopreneurship di Indonesia, yaitu:
- Pinihan
Sebuah start-up yang melibatkan lebih dari 100 petani jahe di daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Pinihan memegang teguh pada prinsip empowerment, fair, dan sustainable dalam menjalankan bisnisnya untuk memproduksi produk turunan jahe.
- Kitabisa.com
Platform crowdfunding (penggalangan dana) online di Indonesia yang memungkinkan individu dan organisasi untuk menggalang dana untuk keperluan sosial dan kemanusiaan, seperti pembiayaan pendidikan, korban bencana alam, pengobatan medis, dan lain-lain.
- Waste4change
Waste4change merupakan layanan pengelolaan sampah yang berkelanjutan, seperti pemilahan, pengangkutan, dan daur ulang sampah. Waste4change memiliki visi untuk menciptakan masyarakat yang sadar akan lingkungan dan bertanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan.
- Kerjabilitas.com
Sebuah platform yang menghubungkan penyandang disabilitas dengan penyedia kerja inklusi di Indonesia. Kerjabilitas.com membantu penyandang disabilitas untuk memiliki kemampuan tentang kecakapan hidup (life skill) dan pengembangan diri guna meningkatkan kemampuan mereka dalam persaingan dunia kerja.
Sociopreneurship memiliki potensi untuk menyelesaikan permasalahan sosial yang terjadi, sekaligus langkah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia guna mencapai perubahan sosial yang positif di Indonesia. Oleh karena itu, butuh dukungan dan perhatian dari berbagai pihak untuk turut serta dalam menyukseskan segala bentuk pelaksanaan bisnis dengan model sociopreneurship.
Referensi:
Anoviar, Alia Noor, (2013), “Gejolak Revitalisasi Gerakan Mahasiswa di Indonesia dalam Kerangka Social Entrepreneurship”.
BSI, (2019), “Sebenarnya, Apa Sih Sociopreneur Itu?”, https://www.didikumat.org/id/isdp/berita/baca/2019/05/26/sebenarnya-apa-sih-sociopreneur-itu#:~:text=Sejarah%20sociopreneur%20di%20Indonesia%20diawali,menggunakan%20prinsip%20sociopreneurship%20dalam%20programnya, diakses pada tanggal 15 Desember 2023.
Dendy Raditya, (2020), “Sejarah Kewirausahaan Sosial di Indonesia”, https://chubfisipol.ugm.ac.id/2020/12/07/sejarah-kewirausahaan-sosial-di-indonesia-ada-sejak-masa-hindia-belanda/, diakses pada tanggal 15 Desember 2023.
Orami.co.id, 2023, “Sociopreneur: Pengertian, Tujuan, Karakteristik dan Contoh”, https://www.orami.co.id/magazine/sociopreneur, diakses pada tanggal 15 Desember 2023.
Santosa, Setyanto P., (2007), “Peran Social Entrepreneurship Dalam Pembangunan”, Dialog “Membangun Sinergisitas Bangsa Menuju Indonesia yang Inovatif, Inventif dan Kompetitif”.
Vieqi Rakhma, dkk, (2019), “Sociopreneurship Business Incubator Design Based On Information Technology as an Innovative Solution for Enhancing Community Server”, International Journal of Entrepreneurship and Business Development, Vol. 2, No.2.