Saat ini, Generasi Z atau yang biasa disebut Gen Z sering diperbincangkan di media sosial dan banyak mendapat stigma negatif dari generasi-generasi sebelumnya. Banyak yang menilai bahwa generasi tersebut lemah dan terlalu sensitif dalam menghadapi suatu masalah. Padahal, stigma tersebut sebenarnya tidak bisa digeneralisasi ke semua orang yang termasuk ke dalam generasi ini. Oleh karena itu, di sini kita akan membahas tentang karakteristik Gen Z dan kaitannya dalam dunia kewirausahaan.
Pada hakikatnya, sebutan dan karakteristik dari suatu generasi dipengaruhi oleh kondisi di mana generasi tersebut dilahirkan. Setelah generasi baby boomers, penamaan generasi selanjutnya merujuk pada alphabet. Gen Z sendiri merupakan sebutan bagi generasi yang berkelahiran dalam rentang tahun 1997-2012. Penamaan Gen Z sendiri merupakan kelanjutan dari generasi sebelumnya, yaitu Gen Y atau yang sering disebut generasi millenials. Generasi yang lahir di era digital ini, kerap kali dijuluki sebagai generasi influencer atau generasi digital karena sejak masa mudanya sudah terpapar oleh internet dan media sosial.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh McKinsey (2018), perilaku atau karakteristik Gen Z dapat dikelompokkan menjadi empat komponen besar, yakni sebagai berikut:
- The undefined ID
Maksud dari undefined ID adalah Gen Z sangat menghargai ekspresi setiap individu tanpa memberi label tertentu. Pencarian akan jati diri membuat Gen Z memiliki keterbukaan yang besar untuk memahami keunikan setiap individu.
- The Communaholic
Gen Z sangat inklusif dan tertarik untuk terlibat dalam berbagai komunitas, baik melalui teknologi maupun secara langsung. Melalui komunitas tersebut mereka ingin memberikan manfaat yang lebih luas.
- The dialoguer
Di sini, Gen Z percaya bahwa komunikasi memiliki peranan yang sangat penting dalam menyelesaikan permasalahan dan mereka juga berpendapat bahwa perubahan akan datang melalui adanya dialog. Selain itu, Gen Z juga sangat terbuka akan pemikiran tiap individu yang berbeda-beda dan gemar berinteraksi dengan individu maupun kelompok yang beragam.
- The Realistic
Penelitian yang dilakukan oleh McKinsey (2018) mengungkap bahwa Gen Z sangat realistis dan analitis dalam mengambil keputusan dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Selain itu, Gen Z juga menikmati kemandirian dalam proses belajar dan mencari informasi sehingga mereka senang untuk memegang kendali akan keputusan yang mereka pilih.
Survei lain yang dilakukan oleh Harris Poll (2020) juga mengungkap bahwa Gen Z memiliki ketertarikan untuk melakukan hal kreatif di setiap harinya. Kreativitas tersebut terbentuk dari keaktifan Gen Z dalam komunitas dan penggunaan media sosial. Namun menariknya, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kronos Incorporated (2019), walaupun Gen Z dikenal sebagai generasi digital, ternyata 44% Gen Z lebih menyukai bekerja dengan tim dan rekan kerja secara langsung.
Di samping dekatnya generasi tersebut dengan dunia digital dan media sosial, studi tersebut mengungkap bahwa ternyata generasi tersebut tidak terlalu percaya diri untuk memasuki dunia kerja dan tuntutan untuk bekerja dalam waktu yang panjang. Generasi digital tersebut juga mengkhawatirkan kemampuan mereka untuk sukses di dunia kerja. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi emosional yang mereka alami, seperti kecemasan (34%), kurangnya motivasi (20%), dan adanya perasaan rendah diri (17%). Namun demikian, sebagian Gen Z juga memiliki optimisme yang tinggi akan keberhasilan mereka di masa depan. Hal tersebut didukung dengan adanya daya inovasi cemerlang dan prinsip kuat yang dimiliki oleh generasi tersebut. Selain itu, kesadaran akan pentingnya stabilitas finansial juga menjadi alasan mereka untuk terus bekerja demi mencapai kesuksesan.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Bucovetchi (2019), yang mengatakan bahwa Gen Z memiliki semangat kerja yang kuat dalam meniti karirnya dan akan berupaya untuk memastikan bahwa mereka berkontribusi dengan baik untuk organisasinya. Sebagai generasi yang merupakan penggemar teknologi, Gen Z memiliki ketertarikan pada organisasi yang memiliki kultur kerja inovatif dan berbasis kewirausahaan (Chillakuri & Mahanandia, 2018; Lanier, 2017). Namun, alih-alih bekerja pada organisasi, survei serupa mengungkap bahwa 62% dari generasi yang dikenal inovatif dan produktif tersebut memiliki preferensi untuk memulai bisnisnya sendiri dibandingkan dengan bekerja di organisasi. Hal tersebut disebabkan karena Gen Z memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi dan cenderung ambisius, serta tertarik untuk menemukan solusi atas masalah yang mereka hadapi.
Referensi:
Bucovetchi, O., Slusariuc, G.C., & Cincalova, S. (2019). Generation Z –Key Factor for Organizational Innovation. Quality-Access to Success. Vol. 20. S3.
Chillakuri, B & Mahanandia, R. (2018). Generation Z Entering Workforce. Human Research Management International Digest. Vol. 26, No. 4.
E-Campuz. (2023). “6 Macam Generasi di Indonesia, Kamu Termasuk yang Mana?” https://blog.ecampuz.com/6-macam-karakter-tipe-generasi-di-indonesia/#:~:text=Gen%20Z%20juga%20seringkali%20disebut,%2C%20dan%20selalu%20terburu%2Dburu. Diakses pada 14 November 2023.
Galih Sakitri, “Selamat Datang Gen Z, Sang Penggerak Inovasi!”.
Kronos Incorporated. (2019). Full Report: Generation Z in The Workplace. https://workforceinstitute.org/wp-content/uploads/sites/10/2019/11/Full-Report-Generation-Z-in-the-Workplace.pdf
McKinsey & Company. (2018). True Gen: Generation Z and Its Implications for Companies. https://www.mckinsey.com/industries/consumer-packaged-goods/our-insights/true-gen-generation-z-and-its-implications-for-companies. Diakses pada 16 November 2023