You are currently viewing Belajar Mengubah Keadaaan: Materi Kompetensi Sosial yang Bisa Dipelajari di Creative Hub (C-Hub) FISIPOL UGM

Belajar Mengubah Keadaaan: Materi Kompetensi Sosial yang Bisa Dipelajari di Creative Hub (C-Hub) FISIPOL UGM

Sejak berdiri secara resmi pada tahun 2018 yang lalu, C-Hub FISIPOL UGM berusaha untuk memfasilitasi lahirnya social entrepreneurs baru yang mampu menjadi katalisator perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Mengutip Bornstein dan Davis (2010) social entrepreneurship merupakan proses atau aktivitas yang dilakukan oleh warga (citizens) untuk menyelesaikan berbagai permasalahan sosial seperti ketimpangan pendapatan, wabah, kelaparan, iliterasi, dan korupsi. 

Dari pengertian di atas maka seorang wirausahawan sosial bukan sekadar mencari untung (taking profit) semata tetapi ada aktivisme sosial yang inheren dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh wirausahawan sosial. Maka dari itu materi kompetensi sosial hadir untuk memfasilitasi para talent (peserta program inkubasi C-Hub) untuk memahami serta menganalisis masalah sosial, mengembangkan solusi permasalahan sosial, dan menerapkan solusi permasalahan sosial tersebut dalam aktivitas atau kegiatan kewirausahaan sosial para talent

Berikut adalah materi-materi kompetensi sosial yang bisa didapatkan para talent ketika mengikuti program inkubasi (Talent Pitching) di C-Hub FISIPOL UGM:

  1. Kemampuan Kewargaan Digital di Era Global. 

Proses globalisasi yang didukung oleh pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mendorong warga negara untuk mampu mengembangkan tiga kompetensi utama wawasan global warga negara, yaitu pengetahuan kewargaan, keterampilan kewargaan, dan karakter kewargaan. Tiga kompetensi utama itu diperlukan dalam rangka menghadapi dan menjalani era digital. Penguatan kompetensi wawasan global merupakan hal utama dalam mendukung kewargaan digital. Sebab melalui penguatan kompetensi itu, dapat terbentuk warga negara yang cerdas (an informed citizenry), warga negara yang mampu berpikir analitis (ananlytical citizenry), dan warga negara yang memiliki komitmen dan mampu melibatkan diri (a committed and involved citizenry) sebagai bagian dari warga global.

  1. Kemampuan Tanggung Jawab Sosial 

Dunia usaha merupakan bagian dari komunitas masyarakat dan memiliki tanggung jawab sosial yang sama dengan masyarakat. Pada kenyataannya, tidak dapat dipungkiri bahwa peran dunia usaha selama ini hanya sebatas pemberian dukungan dana secara sukarela (voluntary) dan kedermawanan (philanthropy) sehingga kegiatan yang dilaksanakan kurang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Hal ini memunculkan rasa kekecewaan masyarakat dan pemerintah akan minimnya peran dunia usaha dalam kehidupan sosial dan adanya kecenderungan bahwa pelaksanaan CSR (Corporate Social Responsibility) hanya sekadar untuk di mata masyarakat atau bahkan hanya di mata konsumen mereka. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka pengembangan CSR yang dilakukan oleh para talent harus melalui tahapan yang sistematis dan kompleks. Tahap pertama, dimulai dengan upaya melihat dan menilai kebutuhan masyarakat dengan cara mengidentifikasi masalah yang terjadi dan mencari solusi yang tepat. Tahap kedua, perlu dibuat rencana aksi beserta anggaran, jadwal, indikator evaluasi, dan sumber daya yang diperlukan bagi perusahaan. Tahap ketiga, melakukan monitoring kegiatan melalui kunjungan langsung atau melalui survey. Tahap keempat, melakukan evaluasi secara regular dan melakukan pelaporan untuk dijadikan panduan strategi dan pengembangan program selanjutnya. Evaluasi dilakukan pula dengan membandingkan hasil evaluasi dari internal perusahaan dan eksternal perusahaan.

  1. Kemampuan Analisis dan Pemetaan Sosial

Analisis sosial merupakan usaha untuk menganalisis sesuatu keadaan atau masalah sosial secara objektif. Analisis sosial diarahkan untuk memperoleh gambaran lengkap mengenai situasi sosial dengan menelaah kaitan-kaitan historis, struktural, dan konsekuensi masalah. Analisis sosial akan mempelajari struktur sosial, mendalami fenomena-fenomena sosial, kaitan-kaitan aspek politik, ekonomi, budaya, dan agama. Sehingga akan diketahui sejauh mana terjadi perubahan sosial, bagaimana institusi sosial yang menyebabkan masalah-masalah sosial, dan juga dampak sosial yang muncul akibat masalah sosial. Kemampuan analisis sosial harus dilengkapi dengan kemampuan pemetaan sosial, Suharto (2005) memberikan penjelasan bahwa pemetaan sosial merupakan proses penggambaran masyarakat yang sistemik serta melibatkan pengumpulan data dan informasi mengenai masyakat termasuk di dalamnya profile (riwayat) dan masalah sosial yang ada pada masyarakat tersebut. Para talent sangat perlu menguasai pemetaan sosial agar proyek kewirausahaan sosial yang mereka jalankan berdampak efektif kepada masyarakat.

  1. Kemampuan Pengorganisasian Masyarakat

Pengorganisasian masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dan menentukan prioritas dari kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan mengembangkan keyakinan untuk berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang sesuai dengan skala prioritas berdasarkan atas sumber-sumber yang ada dalam masyarakat sendiri maupun yang berasal dari luar dengan usaha secara gotong royong. Melalui proses pengorganisasian masyarakat, rakyat akan belajar bagaimana mereka mengatasi ketidakberdayaan (powerless) mereka, sekaligus mengembangkan kapasitas mereka untuk memaksimalkan kemampuan mereka hadapi dengan kemampuan mereka sendiri. Selain itu, pengorganisasian masyarakat bertujuan untuk membangun dan memelihara struktur organisasi yang paling cocok, yang dapat memberikan pelayanan kebutuhan dan aspirasi rakyat. Struktur tersebut harus dapat menjamin terjadinya partisipasi yang optimal dari rakyat dan dalam waktu yang sama juga memberikan wadah untuk dapat berhubungan dengan organisasi dan sektor lainnya. Pada akhirnya pengorganisasian masyarakat menjadi jalan untuk menjamin peningkatan kualitas hidup rakyat, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

  1. Kemampuan Advokasi 

Pada dasarnya tujuan advokasi adalah untuk mengubah kebijakan, program atau kedudukan (stance) dari sebuah pemerintahan, institusi atau organisasi. Advokasi pada hakikatnya adalah apa yang ingin kita ubah, siapa yang akan melakukan perubahan tersebut, seberapa besar dan kapan perubahan itu bermula. Meskipun tidak ada jangka waktu yang absolut untuk mencapai tujuan advokasi, namun umumnya kegiatan pencapaian tujuan advokasi berlangsung antara 1–3 tahun. Tujuan advokasi semestinya dapat diukur dan bersifat spesifik. Tujuan advokasi juga haruslah merupakan langkah peningkatan yang realistis ke arah tujuan yang lebih luas atau menuju suatu visi tertentu.

Referensi

Ambadar, J.. 2008. Corporate Social Responsibility dalam Praktik di Indonesia. Edisi 1, Penerbit Elex Media Computindo.

Bornstein, David and Susan Davis. 2010. Social Entrepreneurship: What Everyone Needs to Know. New York: Oxford University Press, Inc. 

Chahine, Teresa. 2016. Introduction to Social Entrepreneurship. London: Taylor & Francis Group, LLC. 

Feriansyah. 2014. Warga Negara Digital Sebagai Instrumen Menuju Warga Negara Global (Penelitian Grounded Theory Tentang Dampak Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi Terhadap Praktik Kewarganegaraan). Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Tesis. Tidak Diterbitkan.

Seymour, Richard (ed.). 2014. Handbook of Research Methods on Social Entrepreneurship. Edward-Elgar Publishing.

Sharma, R. R. 2004. Pengantar advokasi; panduan dan latihan (alihbahasa oleh P.Soemitro). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Membengun Rakyat. Bandung: Rafika Aditama.

Leave a Reply