You are currently viewing Mengapa Design Thinking Penting untuk Diterapkan di Usaha Sosial?

Mengapa Design Thinking Penting untuk Diterapkan di Usaha Sosial?

Nyawa dari usaha sosial terletak pada aspek humanitarian yang lekat kepadanya. Sebab tujuan utamanya adalah mewujudkan misi sosial, usaha dan inovasi sosial fokus untuk melahirkan produk, jasa, maupun proses yang membawa kebermanfaatan bagi publik. Oleh karena itu, kewirausahaan sosial membutuhkan metode yang menerapkan pemikiran konstruktif untuk mencapai tujuannya, yaitu berkontribusi terhadap masyarakat. Hal inilah yang membuat pendekatan design thinking menjadi salah satu metode yang sesuai untuk diterapkan dalam inovasi sosial. 

Pada dasarnya, design thinking diterapkan untuk menyelesaikan wicked problems atau permasalahan yang memiliki kompleksitas tinggi dan menuntut solusi yang sesuai. Sebab tidak ada formula yang tepat untuk menentukan solusi dari permasalahan tersebut, maka menurut Richard Buchanan (1962), diperlukan metodologi yang mampu untuk melahirkan inovasi yang aplikatif dalam penyelesaian masalah dan terpusat pada manusia. Menurut Harvard Business Review, inovasi yang dapat dikatakan sukses terletak pada tiga hal: solusi yang berdampak kepada pengguna, memiliki tingkat risiko dan biaya yang rendah, dan kolaborasi dalam proses penciptaannya. 

Dalam hal ini, masalah-masalah sosial dan lingkungan yang cenderung kompleks dan tidak memiliki one-way-solution merupakan bagian dari wicked problems (Dorado and Ventresca (2013). Menurut Brown dan Wyatt (2010), solusi dari masalah sosial tidak lagi dapat dilakukan dengan pendekatan tradisional seperti melalui survey dan penelitian, namun diperlukan inovasi yang diciptakan melalui kewirausahaan sosial. Bagi bisnis konvensional, pendekatan design thinking melibatkan pengguna atau konsumen dalam setiap tahapan proses. Dalam konteks kewirausahaan sosial, penerapan design thinking sangat relevan untuk membantu pengusaha sosial dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah sosial dengan melibatkan kelompok sosial yang terdampak. 

Selain itu, penerapan design thinking dalam kewirausahaan sosial juga mendukung pendekatan partisipatif dari banyak pihak. Hal tersebut dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan pengguna atau komunitas serta mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam proses yang terjadi di kewirausahaan sosial. Selain itu, juga partisipasi dari pemangku kepentingan lainnya seperti pemerintah, perusahaan swasta, masyarakat lokal, komunitas, dan sebagainya. Pada dasarnya, design thinking memiliki karakteristik yang meliputi empati, pemikiran integratif, optimisme, eksperimentalisme, dan kolaborasi (Brown, 2010). 

Dalam design thinking menurut Brown (2016), ada tiga tahapan yang meliputi inspirasi, ideasi, dan implementasi. Pertama, inspirasi merujuk kepada hal yang mendasari pencarian solusi, seperti masalah sosial atau peluang. Dalam tahap ini juga, pengusaha sosial dapat melakukan pemahaman terhadap pengguna, tantangan, dan hambatan yang mungkin muncul dalam penerapan dari solusi yang dirancang.

Kedua, ideasi, yaitu proses mengidentifikasi ide, mengembangkan dan memperdalam ide yang ditargetkan dan kemudian mengujinya melalui sarana eksperimen atau simulasi. Pada tahap ini, pengusaha sosial dapat merancang produk atau solusi melalui teknik-teknik kreatif seperti brainstorming  dan prorotyping untuk membantu mengembangkan solusi yang tepat. 

Ketiga, implementasi, yang menempatkan proyek terpilih ke tahap realisasi. Implementasi inilah yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Penting untuk memastikan bahwa solusi yang diimplementasikan sudah sesuai dengan tujuan awal dan memberikan dampak sosial. Proses yang dilakukan akan berulang, terutama pada dua tahap pertama yang kemudian berusaha disempurnakan. 

Selain itu, salah satu yang lekat dengan pendekatan design thinking adalah struktur. Dalam hal ini, struktur kewirausahaan sosial berisi fitur kolaborasi sosial, kegiatan inovatif yang berpusat pada manusia, ide yang divisualisasikan, dan penentuan strategi sosial (Chou, 2018). Struktur tersebut cocok dengan proses pengembangan design thinking. Dalam prosesnya, pengusaha sosial dapat menciptakan proyek-proyek inovatif dan melakukan perubahan transformasional ke dalam komunitas yang kurang terwakili dan kurang terlayani. Hal ini dilakukan dengan pemahaman terhadap kehidupan kelompok yang membutuhkan bantuan tersebut, juga melibatkan pengetahuan tentang budaya dan kondisi ekonomi dan sosial.

Chou (2018) dalam studinya, berargumen bahwa penerapan design thinking dapat diterapkan dalam kewirausahaan sosial karena memiliki persamaan sebagai berikut:

  1. Pendekatan inovasi: pengusaha sosial selalu digambarkan sebagai inovator sosial karena mengejar ide dan usaha inovatif untuk pembangunan sosial yang juga sesuai dengan atribut dalam design thinking.
  2. Altruisme : pengusaha sosial memiliki tujuan untuk memecahkan masalah sosial dan meningkatkan taraf hidup manusia.
  3. Pendekatan kolaboratif : kewirausahaan sosial melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk bekerja sama memecahkan masalah sosial. 
  4. Penggunaan teknologi : pengusaha sosial menggunakan teknologi untuk mengkomunikasikan ide dan filosofi dengan pengguna dan masyarakat umum dalam masyarakat, serta menggunakannya sebagai alat untuk menyelesaikan masalah sosial. 
  5. Keterlibatan pengguna: keberhasilan proyek kewirausahaan sosial didasarkan pada jumlah pengguna dan masyaaakat yang terdampak untuk menentukan kesuksesan dari proyek kewirausahaan sosial.  
  6. Penggunaan prototype: proyek kewirausahaan sosial dapat dimulai dengan rencana awal atau prototype untuk mencari perbaikan proyek lebih lanjut sehingga meningkatkan kualitasnya.

Dengan menerapkan design thinking dalam kewirausahaan sosial, diharapkan bahwa pengusaha sosial dapat membangun inovasi sosial yang komprehensif, berpusat pada manusia, dan mencapai tujuan sosial guna meningkatkan kualitas kehidupan manusia.

Referensi:

Brown, T. and Wyatt, J. (2010), “Design thinking for social innovation”, Stanford Social Innovation Review, pp. 31-35.

Brown, (2016), “Why social innovators need design thinking”, Stanford Social Innovation

Chou, David C. (2013). A”pplying design thinking method to social entrepreneurship project”, Emerald Journal, Vol. 55 pp.73-79

Dorado, S. and Ventresca, M. (2013), “Crescive entrepreneurship in complex social problems: institutional conditions for entrepreneurial engagement”, Journal of Business Venturing, Vol. 28 No. 1, pp. 69-82.

Photo by UX Indonesia on Unsplash

Leave a Reply