Pariwisata di Indonesia kini memberikan peran yang nyata dalam memberikan manfaat terhadap kegiatan ekonomi, sosial dan budaya bangsa. Kesempatan kerja bagi orang-orang yang terampil dalam bidang pariwisata semakin bertambah banyak jumlahnya, pendapatan negara dari sektor pajak dan devisa semakin bertambah, keadaan sosial masyarakat yang terlibat dalam sektor ini semakin baik. Dewasa ini maupun pada masa yang akan datang, kebutuhan untuk berwisata akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dunia, serta perkembangan penduduk dunia yang semakin membutuhkan refressing akibat dari semakin tingginya kesibukan kerja.
Seiring perkembangan zaman, terdapat perubahan pemikiran mengenai perubahan pariwisata massal menjadi pariwisata alternatif. salah satu alternatif yang di pandang sangat strategis untuk pembangunan dan pengambangan kepariwisataan adalah wisata alternatif desa wisata (Tourism Village). Mengutip Harini (2014), pengembangan pariwisata alternatif desa wisata dianggap mampu untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya potensi-potensi di wilayah pedesaan, seperti potensi alam, maupun kearifan lokal serta dapat mengurangi potensi urbanisasi masyarakat dari pedesaan ke perkotaan, alasan tersebut dikarenakan dari pengembangan pariwisata desa dapat memicu pergerakan aktifitas ekonomi diwilayah pedesaan yang berbasis partisipasi masyarakat desa.
Tidak dapat dipungkiri bahwa masuknya pariwisata ke wilayah desa-desa juga mengakibatkan perubahan-perubahan sosial pada masyarakat yang tinggal di desa. Dilihat dari sisi yang menguntungkan, mengutip Sari (2007), perkembangan pariwisata merupakan aktivitas yang pada akhirnya memberikan dampak keuntungan bagi masyarakat sekitar dari segi ekonomi, pembangunan sarana prasarana menuju desa, pengadaan transportasi dan pembangunan kios-kios penjualan, sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Tetapi tentu saja kita tidak bisa menafikan perubahan-perubahan sosial yang bisa dipandang kurang menguntungkan seperti generasi muda di desa yang mulai cenderung untuk meninggalkan kegiatan pertanian maupun melaut.
Pada tahun 2011 lalu, Dalam sosialisasi desa wisata yang diadakan di Desa Sudaji, Buleleng, Bali, United Nations World Tourism Organization (UNWTO) melalui dewan etik UNWTO yaitu I Gde Ardika, mendorong Indonesia untuk lebih memaksimalkan pengembangan pariwisata berbasis desa atau desa wisata. Selain untuk lebih banyak menarik kunjugan wisatawan, pengembangan desa wisata juga memberikan dampak pemerataan pembangunan hingga tingkat desa dan mengangkat tingkat perekonomian masyarakat. Sejak lebih dari tiga dasawarsa yang lalu laporan-laporan internasional menunjukan bahwa potensi ekonomi desa wisata memang sangat besar. Menurut laporan dari OECD, negara bagian AS Wyoming (dengan populasi 512.000 penduduk) memperkirakan bahwa pariwisata berasal dari desa wisata di daerah-daerah perbatasan bernilai lebih dari $ 1 miliar per tahun. Sementara itu, Britain Countryside Commission memperkirakan bahwa pengunjung ke desa wisata di Inggris menghabiskan £ 3 000.000.000 pada tahun 1986: Dari angka ini £ 1 100 juta berasal dari orang-orang menghabiskan setidaknya satu malam di pedesaan, dan sisanya berasal turis yang sedang dalam perjalanan (OECD, 1994). Pertumbuhan desa wisata ini tidak terlepas dari beberapa kondisi yaitu meningkatnya stress masyarakat kota dengan segala kompleksitas di daerah perkotaan sehingga menimbulkan keinginan untuk mencari suasana yang berbeda, meningkatnya kesadaran akan arti penting lingkungan melalui kunjungan kedaerah pedesaan yang relatif terjaga kelestarian lingkungan, peningkatan pendidikan masyarakat serta dukungan teknologi berupa komunikasi serta transportasi (Rural Tourism, 2010).
Keuntungan-keuntungan yang bisa diperoleh dari hadirnya desa wisata tentu harus bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh masyarakat di desa wisata tersebut. Oleh karena itu, perlu partisipasi aktif masyarakat desa dalam pengelolaan sektor pariwisata. Suansri (1997) menekankan lima aspek penting dalam pengelolaan dan pengembangan sektor pariwisata yang berbasis masyarakat yaitu:
- Dimensi ekonomi, dengan indikator berupa adanya dana untuk pengembangan komunitas, terciptanya lapangan pekerjaan di sektor pariwisata, timbulnya pendapatan masyarakat lokal dari sektor pariwisata.
- Dimensi sosial dengan indikator meningkatnya kualitas hidup, peningkatan kebanggaan komunitas, pembagian peran yang adil antara laki-laki perempuan, generasi muda dan tua, membangun penguatan organisasi komunitas.
- Dimensi budaya dengan indikator berupa mendorong masyarakat untuk menghormati budaya yang berbeda, membantu berkembangnya pertukaran budaya, munculnya budaya pembangunan melekat erat dalam budaya lokal.
- Dimensi lingkungan, dengan indikator mempelajari carrying capacity area, mengatur pembuangan sampah, meningkatkan kepedulian akan perlunya konservasi.
- Dimensi politik, dengan indikator meningkatkan partisipasi dari penduduk lokal, peningkatan kekuasaan komunitas yang lebih luas, menjamin hak-hak dalam pengelolaan SDA.
Photo by Oktomi Jaya on Unsplash