Inovasi memiliki banyak arti dan bermacam-macam definisi. O’Sullivan dan Dooley (2009) menyebutkan bahwa inovasi adalah “proses membuat perubahan terhadap sesuatu yang telah mapan melalui introduksi suatu hal baru yang memberikan nilai tambah bagi konsumen”. Sementara Anthony (2013) mendefinisikan inovasi secara lebih sederhana sebagai “sesuatu yang berbeda dan berdampak”.
Bentuk inovasi sangat beragam. Inovasi bisa berupa metode baru untuk meningkatkan mutu/kualitas terhadap suatu program atau barang yang sudah ada. Tetapi inovasi bisa juga berupa gagasan atau barang/hal yang baru atau yang sudah ada tetapi belum diketahui oleh pengadopsi inovasi. Secara singkat dapat ditarik makna bahwa inovasi adalah proses memikirkan dan mengimplementasikan sesuatu yang baru dan berdampak.
Terdapat tiga argumen yang membentuk dasar pentingnya mengukur tingkat inovasi di negara-negara, yang akan dijelaskan sebagai berikut: Pertama, inovasi penting untuk mengarahkan kemajuan ekonomi dan daya saing bagi negara maju dan berkembang. Banyak pemerintah yang menempatkan inovasi pada pusat strategi pertumbuhan mereka.
Kedua, definisi inovasi telah diperluas, tidak lagi terbatas pada riset dan pengembangan laboratorium atau publikasi karya ilmiah. Inovasi sekarang bisa mencakup inovasi sosial dan inovasi model bisnis maupun teknis. Terakhir, pengakuan dan merayakan inovasi di pasar negara berkembang, dipandang sebagai hal yang penting untuk menginspirasi orangorang, terutama generasi berikutnya dari pengusaha dan inovator.
Ada beberapa kata kunci yang dapat kita kaitkan dengan inovasi, yaitu:
- Baru, dalam inovasi dapat diartikan sesuatu yang belum ada, dimengerti, diterima/dilakukan oleh penerima inovasi. Sifat baru disini bersifat kualitatif. Sebagaimana dikemukakan oleh Rogers (1995),” The perceived newness of the idea for the individual determines his or her reaction to it if the idea seems tobe new to the individual, it is an innovation”.
- Kesengajaan, artinya inovasi pasti dilakukan secara sengaja dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
- Terprogram, inovasi dirancang dan disusun secara sistematis dan terstruktur dengan tujuan yang jelas. Lemahnya struktur pendukung, kurangnya proses konsultatif, kurangnya pendekatan secara holistik serta tidak adanya evaluasi dan perbaikan akan merusak proses penerapan inovasi di lembaga pendidikan. terprogram dalam hal ini berkaitan tentang struktur kepengurasannya, kegiatan-kegiatannya, tujuan serta pembiayaannya.
Secara umum di dalam dunia bisnis, yang juga bisa dimodifikasi untuk ranah lainnya seperti dunia pendidikan, inovasi digolongkan menjadi tiga jenis berdasarkan bentuk pengaplikasiannya, yaitu: inovasi produk, inovasi dalam pelayanan, dan inovasi proses. Inovasi produk merupakan pemunculan produk baru. Inovasi pelayanan adalah cara baru dalam bentuk pelayanan yang diberikan kepada para pelanggan. Sedangkan inovasi proses adalah sebuah cara baru untuk membuat proses dalam menghasilkan produk atau jasa menjadi lebih ekonomis.
Selain berdasarkan bentuk pengaplikasiannya, inovasi juga digolongkan menurut tingkat kebaruannya menjadi empat jenis, yaitu: inovasi inkremental, inovasi radikal, inovasi modular, dan inovasi arsitektural. Secara lebih detail:
- Inovasi inkremental adalah inovasi dengan cara meningkatkan komponen yang sudah ada. Dengan kata lain bahwa inovasi inkremental menekankan pada peningkatan bukan perubahan.
- Inovasi radikal adalah inovasi dengan melakukan perubahan secara keseluruhan baik komponen maupun sistem yang ada. Pada praktiknya, inovasi secara radikal jarang ditemukan di lapangan.
- Inovasi modular adalah inovasi dengan melakukan perubahan pada komponen, namun sistem yang digunakan tetap.
- Inovasi arsitekstur adalah inovasi dengan melakukan perubahan pada sistem yang sudah ada dengan cara baru dan meningkatkan komponen yang ada di dalamnya tanpa harus mengubahnya.
Kemudian berdasarkan asal pembentukannya inovasi dibagi menjadi dua, yakni; inovasi top-down dan inovasi bottom-up. Inovasi top–down adalah sebuah pembaharuan yang berasal dari atasan ke bawahan. Di dalam lembaga pendidikan formal misalnya, atasan yang dimaksud itu bisa dari Kemendikbud/Kemenag. Bisa juga kepala sekolah/madrasah. Sedangkan inovasi bottom-up adalah inovasi yang berumber dari bawah ke atas. Itu artinya bahwa inovasi di lembaga pendidikan formal misalnya dapat dimunculkan oleh orang-orang yang secara hierarkis berada di bawah kepala sekolah/madrasah seperti para wakil kepala sekolah/madrasah, guru, dan siswa.
Hal berikutnya yang tidak bisa dilepaskan dari inovasi adalah innovativeness atau keinovatifan. Hal tersebut didefinisikan sebagai tingkatan seorang individu atau organisasi yang relatif lebih dahulu dalam menggunakan atau mengadopsi ide, metode, atau barang baru dibandingkan anggota masyarakat lainnya. Tingkat keinovatifan tersebut dibagi menjadi lima tingkatan (Rogers, 1995), yaitu:
- Innovators (penemu ide, metode, atau barang baru). Seorang penemu dituntut harus mempunyai keberanian mengorbankan sesuatu untuk menunjang penelitiannya, dan keberanian menanggung segala resiko dari pekerjaannya tersebut. Pengorbanan tersebut berupa pengorbanan pikiran, yakni harus terus berpacu dengan dorongan menciptakan ide baru, pengorbanan tenaga karena seringkali objek penelitian berada pada jarak yang jauh, dan pengorbanan waktu serta finansial karena penelitian memerlukan kesabaran dan dana yang cukup besar. Keberanian menanggung risiko karena pekerjaannya penuh dengan bahaya, keterburu-buruan, kenekatan dan risiko. Di samping keberanian, penemu juga harus menghimpun relasi dan komunikasi, dan harus mengerti serta mengaplikasikan ilmu teknis yang komplek.
- Early Adaptors (pengguna awal inovasi). Merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai pikiran yang luas dan terbuka. Kategori pengguna pada tahap ini mempunyai peran/pengaruh terbesar dalam menciptakan opini publik di masyarakat. Pengguna yang potensial biasanya melihat kepada pengguna pada tahap ini sebagai rujukan dan informasi mengenai inovasi. Pengguna tahap awal dianggap oleh kebanyakan orang sebagai sosok individu yang berfungsi untuk memeriksa sebelum individu lain menggunakan ide baru itu. Dengan adanya pengguna tahap awal, maka tingkat ketidakyakinan individu akan berkurang sehingga inovasi itu tersebar sedikit demi sedikit melalui sebuah jaringan interpersonal.
- Early Majority (pengguna mayoritas tahap awal). Orang-orang yang termasuk pada kategori ini memang menggunakan ide, metode, atau barang baru sebelum masyarakat pada umumnya. Tetapi bagi orang-orang yang masuk pada kategori ini, pertimbangan yang hati-hati terhadap ide, metode, atau barang baru merupakan sesuatu yang sangat penting, sehingga tidak mengherankan waktu yang digunakan oleh orang-orang yang termasuk dalam kategori ini untuk mengkaji kelayakan ide, metode, atau barang baru lebih lama bila dibandingkan dengan penemu atau pengguna tahap awal.
- Later Majority (mayoritas tahap kemudian). Mayoritas tahap kemudian ini tidak berani mencoba apalagi menggunakan inovasi sebelum masyarakat pada umumnya benar-benar memakainya. Penggunaan inovasi oleh orang-orang yang masuk ke dalam kategori ini lebih dikarenakan oleh kebutuhan ekonomi dan meningkatnya tekanan atau dorongan lingkungan sekitar. Hasilnya, meski mereka menggunakannya, akan tetapi mereka masih merasa ragu-ragu dan seolah mengambang.
- Laggadrs (pihak yang terakhir). Orang-orang yang masuk ke dalam kategori ini adalah bagian dari masyarakat yang menggunakan temuan baru paling akhir dibanding anggota masyarakat lainnya. Hidup mereka terisolasi di tengah jaringan masyarakat. Individu-individu pada masyarakat ini hidup berdasarkan pada keputusan generasi sebelumnya yang cenderung masih memegang tradisi. Mereka tidak memunyai kewenangan untuk mengeluarkan pendapat Hal ini menghambat kemajuan inovasi di kalangan mereka, sehingga tertinggal dari saudaranya yang sudah lebih dahulu menggunakan berbagai inovasi. Alasan ekonomi merupakan satu-satunya yang dapat menekan mereka untuk menggunakan berbagai inovasi.
Sa’ud (2014) menyatakan bahwa dalam konteks dunia Pendidikan (yang bisa dimodifikasi untuk ranah-ranah lain) ada beberapa faktor yang mempengarui cepat atau lambatnya innovativeness atau keinovatifan, yaitu:
- Keuntungan relatif, sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya. Seorang adaptor inovasi akan berfikir tentang keuntungan terhadap diri/komunitasnya jika mengadopsi inovasi tersebut. Hal tersebut dapat diukur berdasarkan nilai ekonomis dan tingkat kepuasan.
- Kompatibilitas atau tingkat kesesuaian dengan nilai, pengetahuan, pengalaman, dan kebutuhan penerima. Inovasi akan cepat diterima oleh para adaptornya jika hal tersebut dianggap dapat memenuhi tujuannya serta sesuai dengan norma yang ada.2
- Kompleksitas atau tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi. Semakin mudah inovasi tersebut untuk ditelapkan/diadopsi, maka semakin cepat pula penerimaan terhadap inovasi tersebut.
- Trialabilitas atau kemudahan untuk mencoba hasil suatu inovasi. Inovasi akan cepat diterima jika hal tersebut mudah untuk dilakukan oleh para penerima inovasi/ pengadopsi.
- Observabilitas ataui mudah tidaknya suatu hasil inovasi dapat dilihat.Semakin mudah hasil inovasi dapat diamati maka semakin mudah inovasi tersebut diadopsi.
Sa’ud (2014) kemudian menjelaskan beberapa faktor di dunia pendidikan (yang bisa dimodifikasi untuk ranah-ranah lain) yang mengakibatkan inovasi ditolak, yaitu:
- Guru tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, penetapan danbahkan penerapan inovasi tersebut, sehingga ide baru atau inovasi tersebut dianggap bukan miliknya dan tidak sesuai dengan keinginan atau kondisi yang ada sehingga menolak inovasi tersebut.
- Guru tidak ingin direpotkan dengan sistem baru. mereka ingin mempertahankan sistem atau metode yang mereka lakukan sampai sekarang yang dirasa mudah.
- Inovasi yang dibuat orang lain terutama dari pusat (Kemendikbud/Kemenag) belum sepenuhnya melihat kebutuhan dan kondisi yang dialami oleh penerima inovasi (sekolah/madrasah).
- Inovasi yang diperkenalkan dan dilaksanakan dari pusat merupakan kecenderungan sebuah proyek yang segala sesuatunya ditentukan oleh pencipta inovasi dari pusat.
- Pemaksaan penerapan inovasi oleh pusat yang tidak sesuai dengan keinginan penerima inovasi di lembaga pendidikan.
Referensi
Anthony, Scott D. 2013. The Little Black Book of Innovation: Bagaimana Inovasi Bekerja, Bagaimana Kita Melakukannya. Jakarta: Elex Media Komputindo.
O’Sullivan, David dan Lawrence Dooley. 2009. Applying Innovation. Thousand Oaks, CA: Sage.
Rogers, Everett M. 1995. Diffusions of Innovations. Edisi IV. New York: Tree Press. Sa’ud, Udin Syaefudin. 2014. Inovasi Pendidikan. Cet ke-VII. Bandung: Alfabeta.
Photo by david henrichs on Unsplash