Kegiatan bisnis atau dunia usaha sekarang ini tidak dapat dilepaskan dari dunia sosial. Hal ini disebabkan karena dalam mulai dari proses produksi, distribusi, sampai konsumsi semuanya melibatkan masyarakat atau faktor sosial. Keterlekatan tersebut mengakibatkan kegiatan perusahaan atau badan usaha harus mampu dipertanggungjawabkan secara sosial. Salah satu metode untuk mengukur dampak sosial adalah audit sosial.
Dilihat dari sejarahnya, ide pertanggungjawaban sosial perusahaan bisnis sudah ada pada zaman Yunani Klasik. Perusahaan bisnis diharapkan untuk menerapkan standar yang tinggi mengenai moralitas dalam perdagangan. Pada zaman pertengahan di Eropa, Gereja mewajibkan industri dan perusahaan bisnis berperilaku sesuai dengan kode moral Gereja. Isu ini kemudian menjadi hangat di Amerika Serikat pada tahun 1960. Pada tahun 2000 perhatian serupa diberikan oleh Global Reporting Initiative (GRI), sebagai bagian dari program lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang memberikan pedoman SR yang meliputi tiga elemen, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial yang selanjutnya direvisi pada tahun 2002.
Edi Suharto, mengutip Graham Boyd (1998), menyatakan audit sosial adalah:
“A process that enables an organisation to assess and demonstrate its social, economic, and environmental benefits and limitations. It is a way of measuring the extent to which an organisastion lives up to the shared values and objectives it has committed to. Social auditing provides an assessment of the impact of an organisasion’s non-financial objectives through systematically and regularly monitoring its performance and the views of its stakeholders. “
(Graham Body, 2998)
Edi Suharto kemudian menjelaskan bahwa proses audit sosial memerlukan komitmen yang kuat dari orang-orang kunci, seperti CEO dan Board of Director, dalam organisasi yang diaudit. Dalam implementasinya, audit sosial juga memerlukan keterlibatan berbagai stakeholders, termasuk pekerja, klien, voluntir, pendiri, kontraktor, supplier dan penduduk setempat yang terkait dengan operasi perusahaan. Para auditor sosial biasanya bekerjasama dengan shareholders dan stakeholders untuk merancang, mengumpulkan, mengkoordinasikan, dan menganalisis informasi. Metoda penelitian yang digunakan melibatkan survey, wawancara, bookeeping dan bahkan studi kasus. Tujuan-tujuan organisasi merupakan ”the starting point” dengan mana indikator-indikator dampak ditentukan, stakeholders diidentifikasi dan teknik-teknik penelitian dikembangkan secara rinci.
Bidang yang paling dekat dengan audit sosial adalah akuntansi pertanggungjawaban sosial. Di Indonesia sendiri perkembangan akuntansi pertanggungjawaban sosial dimulai sejak tahun 1994. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah berusaha untuk menyusun Standar Akuntansi Keuangan dan Standar Profesional Akuntan Publik yang mencoba mengadopsi masalahmasalah sosial dalam perusahaan. Termasuk Undang-undang Pajak Penghasilan yang telah dirubah pada tahun 1994, yang memperbolehkan biaya pengolahan limbah sebagai salah satu faktor pengurang penghasilan kena pajak. Sehingga perusahaan yang menghasilkan limbah akan mentaati peraturan tentang pengolahan limbah, karena biaya yang dikeluarkan nantinya dapat dikurangkan penghasilan kena pajak, yang pada akhirnya dapat mengurani besarnya pajak penghasilan yang harus ditanggung oleh perusahaan. Untuk memastikan penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan diperlukan mekanisme Good Corporate Governance (GCG). Mekanisme GCG yang selama ini ada hanya melindungi investor khususnya, di pasar modal. Mekanisme GCG dapat diperluas, yaitu untuk melindungi seluruh pemangku kepentingan misalnya pemerintah, pelanggan, pemasok, dan masyarakat. Dalam aplikasinya peran komisaris independen dapat diperluas yang sebelumnya hanya melindungi kepentingan pemegang saham minoritas diperluas untuk melindungi kepentingan seluruh pemangku kepentingan. Perusahaan juga harus mempublikasi laporan akuntansi sosial dan lingkungan kepada seluruh pemangku pepentingan melalui media massa, sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan kepada seluruh pemangku kepentingan. Untuk menjamin kredibilitas laporan akuntansi sosial dan lingkungan, laporan tentu saja perlu diaudit oleh akuntan.