You are currently viewing Pemasaran Viral

Pemasaran Viral

Odading Mang Oleh, kuliner khas Bandung, beberapa waktu terakhir ramai dikunjungi pembeli. Penyebabnya adalah video viral dari Mang Oleh sendiri. Hal yang dialami oleh Odading Mang Oleh dalam kajian pemasaran biasa disebut sebagai viral marketing. Salah satu ahli yang pertama kali memperkenalkan istilah viral marketing adalah dosen Harvard Business School Jeffrey Rayport dalam artikelnya yang berjudul ”The Virus of Marketing di majalah Fast Company pada tahun 1996. Sebagai sebuah model atau cara, pemasaran viral dilakukan kemudian dan dikembangkan oleh Steve Juvertson dan Tim Draper dari perusahaan modal ventura Draper Fisher Juvertson pada tahun 1996.

Menurut James R. Situmorang (2010), istilah viral marketing sering dipersamakan dengan beberapa istilah oleh para ahli. Beberapa di antaranya adalah dari Goldenberg et.al(2001) menamakan sebagai internet word of mouth dan word of mouse, Kaikati dan Kaikati (2004) menamakannya stealth marketing, De Bruyn dan Lilien menamakannya sebagai referral marketing. Terakhir Thomas (2004) mencoba menggabungkan semua ide-ide tersebut dengan terminologi buzz marketing.

Menariknya, viral marketing juga sering diibaratkan dengan penyebaran virus. Robin Cleland (2000) menyatakan bahwa:

viral marketing refers to marketing techniques that seek to exploit pre-existing social networks to produce exponensial increases in brand awareness, through processes similar to the spread of an epidemic. An epidemic is a widespread disease that affects many individuals in a population. An epidemic may be local and can be global. On the internet, viral marketing is a marketing technique that induces web sites or users to pass on a marketing message to other sites or users, creating a potentially exponential growth (like a virus) in the message’s visibility and effect”.

Pada praktiknya Viral memang diciptakan baik dengan sengaja atau pun tanpa disengaja, seringkali pengunggah pertama sekedar iseng karena merasa ada yang unik dari video, gambar atau cerita yang diunggahnya dan berharap orang lain yang membacanya merasakan hal yang sama dan membagikannya melalui akun mereka sendiri dan seterusnya sampai dengan menjadi viral di  dunia maya. Menjadikan viral sebagai media komunikasi dan  penyebarluasan suatu hal dapat menjadi peluang untuk  dapat menyebarluaskan info tentang produk yang  dijual untuk sampai ke masyarakat dan calon  konsumen di mana saja asalkan mereka terhubung  dengan internet.

Tentu saja menjadi viral tak selamanya baik karena persepsi masyarakat akan berbeda menanggapi suatu viral. Semakin banyak orang yang tahu semakin banyak  tanggapan yang akan diberikan atas hal yang menjadi viral tersebut, terkadang menimbulkan pelanggaran  hak asasi manusia karena hal yang disampaikan belum tentu benar dan apabila menyangkut SARA atau diri pribadi seseorang dapat diasumsikan pencemaran nama baik atau tindakan menyebarluaskan kebencian  yang masuk dalam tindakan melanggar undang-undang. Menciptakan suatu postingan viral hendaknya memperhatikan etika berinternet dan tentunya hukum yang berlaku karena viral yang diciptakan akan tersebar luas dan menimbulkan persepsi berbeda oleh penerimanya. Ada baiknya sebelum membuat sebuah unggahan memperhatikan hal-hal apa yang dilarang untuk dilakukan.

Viral marketing juga memiliki beberapa kelemahan. Pertama ketergantungan pada triggers (pemicu utama viral marketing yang dapat terdiri dari berbagai media). Tanpa pemicu yang mampu menarik minat konsumen, pesan yang disebarkan tidak akan melalui proses replikasi dan akan mati. Kedua sangat susah untuk dikontrol, dengan proses replikasi yang cepat dan penyebaran yang luas, menyebabkan perusahaan atau ahli pemasaran kehilangan kontrol akan isi pesan yang disampaikan.

Pada akhirnya viral marketing memang bisa dilakukan tapi tidak boleh jadi ketergantungan.

Leave a Reply