Kerajinan adalah suatu hal yang bernilai sebagai kreativitas alternatif, suatu barang yang dihasilkan melalui keterampilan tangan. Umumnya, barang kerajinan banyak dikaitkan dengan unsur seni yang kemudian disebut seni kerajinan. Dilihat dari sudut pandang bidang ilmu kesenian, seni kerajinan adalah implementasi dari karya seni kriya yang telah diproduksi secara massal (mass product). Seni kerajinan berkembang dengan baik pada beberapa wilayah di Indonesia, yang terwujud dalam tumbuhnya sentra-sentra seni kerajinan. Seperti sentra seni kerajinan keramik Kasongan, sentra seni kerajinan tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) di Gamplong Sleman, sentra seni kerajinan bunga kering di Jodog Bantul, sentra kerajinan mebel Jepara, sentra kerajinan rotan di Jati Wangi Plumbon Cirebon, Trangsang Klaten, dan lain sebagainya (Raharjo, 2011).
Kerajinan menjadi salah satu sub-sektor unggulan dari industri kreatif di Indonesia. Data dari Pojok Seni menunjukan bahwa pada tahun 2014 silam, sebuah pameran kerajinan tangan terbesar di Indonesia bertajuk Inacraft secara mengejutkan menarik ratusan ribu pengunjung. Pameran yang berlangsung selama lima hari tersebut bahkan menghasilkan total penjualan mencapai Rp 115,7 Miliar. Pada tahun 2015, pameran serupa menghasilkan lebih banyak stand pameran, peserta, dan tentunya pengunjung. Di tahun berikutnya, puluhan ribu pengunjung datang di setiap harinya, dengan total pengunjung mencapai lebih dari 166 ribu orang. Total penjualan mencapai angka Rp 121,6 Miliar.
Kesuksesan pameran tersebut berlanjut ke tahun 2017 menghadirkan ribuan stand dan lagi-lagi menghasilkan total penjualan mencapai ratusan miliar. Jumlah tersebut meningkat lagi pada pameran Inacraft 2018, dengan sekitar 1.700 wirausahawan yang berada di sekitar 1.400 stand pameran. Selain keberhasilan pameran Inacraft, menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), ekspor furnitur dan kerajinan kayu Indonesia mencapai IDR 28 triliun (USD 2 miliar) pada tahun 2018.
Produk-produk tersebut diekspor ke pasar-pasar yang memang sudah biasa membeli produk Indonesia seperti di Amerika, Eropa dan Tiongkok serta pasar-pasar baru di Afrika, Timur Tengah dan Eropa Timur. Untuk kerajinan sendiri, ekspor ke beberapa negara potensial mencakup 45% dari total perdagangan, yaitu IDR 4.22 triliun (USD 301 juta). Negara-negara potensial yang dimaksud adalah Amerika Serikat, Jepang, Inggris dan Hong Kong. Berhasilnya pameran kerajinan Inacraft dan data ekspor kerajinan Indonesia tersebut membuktikan bahwa sektor kerajinan di Indonesia punya potensi ekonomi yang sangat tinggi.
Pertanyaanya, bagaimana cara agar potensi ekonomi yang sangat tinggi dari sektor kerajinan tersebut dapat dirasakan tidak hanya oleh industri-industri besar tetapi juga industri mikro, kecil, dan menengah yang tersebar di desa-desa dan kampung-kampung di seluruh Indonesia. Pertanyaan tersebut dicoba dijawab salah satunya oleh Triharini, dkk (2014) dari program studi Magister Desain Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB).
Menurut Triharini, dkk (2014) metode One Village One Product (OVOP) dapat diterapkan untuk meningkatkan potensi industri mikro, kecil, dan menengah di Indonesia yang bergerak di sektor kerajinan. Pendekatan One Village One Product (OVOP) sendiri pertama kali diinisiasi di Oita, Jepang, OVOP merupakan suatu pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah untuk menghasilkan produk yang mampu bersaing di pasar global, dengan tetap memiliki ciri khas keunikan karakteristik dari daerah tersebut. Produk yang dihasilkan adalah produk yang memanfaatkan sumber daya lokal, baik sumber daya alam, maupun sumber daya manusia.
Penerapan OVOP di Indonesia dilaksanakan melalui program Kementerian Perindustrian sejak tahun 2008 untuk mengembangkan potensi industri kecil dan menengah pada berbagai sektor, termasuk di antaranya sektor kerajinan. Sepuluh wilayah yang dipilih oleh Pemerintah untuk dikembangkan dengan pendekatan OVOP yaitu: Purwakarta (gerabah/keramik hias); Tasikmalaya (anyaman); Pekalongan (tenun dan anyaman akar wangi); Boyolali (kerajinan tembaga); Bantul (gerabah/keramik hias); Kulonprogo (anyaman); Bangli (anyaman bambu); Tabanan (gerabah/keramik hias); Lombok Barat (gerabah/keramik hias); dan Lombok Tengah (anyaman rotan dan ate). Kesepuluh wilayah ini dipilih berdasarkan potensi kerajinan dan penelitian awal mengenai kompetensi inti daerah yang dapat dikembangkan lebih lanjut (Triharini, dkk, 2014).
Selain menggunakan metode OVOP, metode penggunaan material baru yang berkelanjutan sebagai bahan membuat kerajinan juga bisa dilakukan untuk meningkatkan potensi industri kerajinan skala mikro, kecil, dan menengah di desa-desa dan kampung-kampung di seluruh Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh lembaga British Council Indonesiamenunjukan bahwa isu lingkungan telah menjadi inspirasi bagi perajin yang membuat produk kerajinan dari material yang bersifat pemanfaatan ulang (recycling dan upcycling). Beberapa dari mereka membuat jejaring komunitas yang selain untuk saling berbagi informasi tentang isu-isu lingkungan, juga membagikan pengalaman dalam proses produksi material daur ulang menjadi produk kerajinan.
Temuan British Council Indonesiaselanjutnya menunjukan kepada kita bahwa material yang digunakan dalam produk kerajinan adalah plastik (botol plastik, tutup botol plastik, kantong plastik), koran bekas, kain perca, besi bekas (kunci, gembok, lempengan besi kecil) botol kaca bekas, limbah lumpur, limbah kulit telur, potongan kayu dari limbah produksi furniture. Semua material ini diolah dengan berbagai macam cara, sebagian besar menggunakan keahlian tangan perajin dalam proses produksinya.
Dua metode yang sudah dijelaskan di atas ditambah dengan political will dari pemerintah akan sangat membantu industri kerajinan skala mikro, kecil, dan menengah di Indonesia. Semakin rajin membuat kerajinan maka semakin mendapat keuntungan tidak akan hanya jadi angan-angan di masa depan.
Referensi
Raharjo, Timbul. 2011. Seni Kriya dan Kerajinan. Yogyakarta: Pascasarjana Institut Seni Indonesia.
Ringkasan Eksekutif Riset Crafting Futures Pemetaan Material Baru dan Pemanfaatan Material yang Ada pada Sektor Kerajinan Indonesia oleh British Council Indonesia.
Triharini, Meirina; Dwinita Larasati & R. Susanto, 2014, Pendekatan One Village One Product (OVOP) untuk Mengembangkan Potensi Kerajinan Daerah Studi Kasus: Kerajinan Gerabah di Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, ITB J. Vis. Art & Des, Vol. 6, No. 1, 29-42.
Photo by Camille Bismonte on Unsplash