You are currently viewing Gereja dan Kewirausahaan Sosial

Gereja dan Kewirausahaan Sosial

Agama tak hanya memiliki dimensi spiritual-individual tapi juga dimensi sosial. Itulah kenapa institusi keagamaan termasuk institusi sosial yang potensial untuk mengembangkan kewirausahaan sosial. Tulisan ini akan membahas secara singkat Gereja (baik Katolik maupun Protestan) sebagai institusi keagamaan yang mengembangkan kewirausahaan sosial.

Menurut Pardede dan Tari (2019), secara teologis kewirausahaan merupakan salah satu usaha yang dikehendaki Tuhan dan memiliki landasan yang kuat dalam Alkitab. Yesus sendiri juga mengatakan “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu” (Mat. 7:7). Rasul Paulus juga memberikan contoh dalam pelayanannya. Sembari mealukan pelayanan beliau juga menjalankan profesi sebagai tukang tenda (Kis18:3). Selain Rasul Paulus, dalam Alkitab ada beberapa tokoh yang juga sukses dalam menjalankan kewirausahaan. Di antaranya adalah Abraham (Kej. 13, 14, 19, 21), Salomo (1 Raj 5, 9), dan Lydia dari Tiatira (Kis 16:14-15, 40).

Untuk itu gereja perlu didorong mengembangkan potensi kreativitas dan inovasinya dalam mengubah tantangan yang dihadapi untuk menjadi peluang. Jemaat tidak hanya memiliki kemampuan memberikan persembahan tetapi jemaat dapat diberdayakan memiliki kemampuan berwirausaha. Dorongan kewirausahaan perlu dilakukan oleh pemimpin-pemimpin Kristen, khususnya pemimpin Gereja di mana seorang gembala melayani.

Selanjutnya menurut Saragih (2019), kapitalisme tanpa iman dan pelayanan sosial merasuk dan telah merusak dalam kehidupan gereja. Praktek-praktek spiritualitas perlahan-lahan tersingkirkan dan dikomersialkan, sehingga terjadinya reformasi memunculnya ambiguitas dalam persepsi pelayanan sosial, spiritual dan komersial berkembang dalam kehidupan bergereja sampai sekarang.

Saragih (2019) melanjutkan bahwa mencari Tuhan tidak hanya bisa dilakukan di biara/geraja tapi juga dalam aktivitas ditempat bekerja sebagai panggilan hidup dan dalam melakukan pelayanan sosial (social entrepreneur). Spiritualitas Kristen memungkingkan penganutnya untuk mengenal Tuhan dengan caranya sendiri-sendiri termasuk melalui kewirausahaan sosial.

Sekarang ini, khususnya gereja-gereja di Indonesia, di tengah persoalan kemiskinan yang cukup akut, dan relasi dengan agama-agama lain, diakonia (pelayanan gereja) yang hanya bercorak kasih saja (dengan cara memberi) dirasa tidak cukup. Perlu ada pendekatan lain, yang mampu membangkitkan semangat kemandirian. Berdirinya beberapa yayasan atau kelompok di gereja mungkin akan melengkapi pendekatan diakonia kasih. Namun, kalau hanya menekankan pada pengembangan sikap mandiri, tetapi kurang mampu mengembangkan keberlanjutan juga dirasa kurang sempurna.

Hal tersebut yang membuat Saragih berpikiran bahwa pendekatan kewirausahaan sosial  dalam diakonia menjadi penting. Berbeda dengan bisnis komersial yang senantiasa mengejar keuntungan dan pengembalian, kewirausahaan sosial justru fokus pada terciptanya modal sosial yang mencakup hubungan sosial, kepercayaan, kerja sama, sehingga dengan itu persoalan sosial bisa diatasi secara bersama.

Salah satu bentuk kewirausahaan sosial yang sukses dan diinisiasi oleh Gereja adalah Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (YAKKUM). Yayasan tersebut didirikan oleh Sinode Gereja-Gereja Kristen Djawa dan Gereja-Gereja Kristen Indonesia Djawa Tengah sebagai wujud keterpanggilan dalam upaya penyembuhan yang mengutuhkan pada tanggal 1 Februari 1950.

YAKKUM adalah lembaga pelayanan umum yang melayani seluruh masyarakat Indonesia tanpa membedakan suku, agama, kepercayaan, ras serta golongan. YAKKUM memberikan prioritas pelayanan kepada mereka yang miskin dan tersisih, dengan tetap memperhatikan kelestarian pelayanan. YAKKUM yang mempunyai maksud dan tujuan di bidang sosial dan kemanusiaan menjalankan kegiatan dengan mendirikan sarana dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan serta penunjangnya, mendirikan sarana dan menyelanggarakan pendidikan dari tingkat PAUD sampai dengan pendidikan tinggi, serta mendirikan tempat ibadah. Di tahun 2020 ini YAKKUM mengelola 12 Rumah Sakit, 14 Klinik, 4 Unit pelayanan kemanusiaan/kesehatan masyarakat, serta 3 Unit Pendidikan.

Sumber gambar: visitphilly.com

Leave a Reply