You are currently viewing Menumbuhkan Inovator Sosial Akar Rumput

Menumbuhkan Inovator Sosial Akar Rumput

Sejarah menunjukan bahwa inovasi sosial yang paling baik, selain bertujuan untuk masyarakat (sosial) juga berasal dari masyarakat sendiri. Inovasi sosial akar rumput atau yang berasal dari masyarakat langsung menjadi penting karena masyarakat sendiri yang merasakan permasalahan dan bisa mengidentifikasi penyebab serta penyelesaian permasalahan tersebut. Pengkaji inovasi sosial dari Universitas Padjajaran, Herry Wibowo, menyatakan bahwa inovasi dalam arti luas berkaitan dengan nilai tambah, optimasi sumber daya dan kesediaan untuk meninggalkan pola lama.

Lebih lanjut menurut Herry Wibowo, inovasi yang diaplikasikan, seyogianya adalah hasil dari kajian yang komprehensif dan sistematis terhadap suatu isu/kondisi agar tercipta rekayasa yang tepat, solutif dan efisien. Tanpa inovasi, terdapat potensi pelaksanaan program yang tidak efektif dan cenderung boros. Tanpa inovator akar rumput, pembangunan akan berjalan kering, minim pemahaman terhadap kondisi riil, dan berpotensi mengarah pada golongan/kepentingan tertentu dan itu-itu saja.

Salah satu contoh inovator akar rumput adalah pendiri Persyarikatan Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan. Muhammadiyah yang beliau rintis mulai dari sekolah kecil di Kauman Yogyakarta sekarang sudah memiliki 4.623 TK/TPQ, 2.604 SD/MI, 1.772 SMP/MTs, 1.143 SMA/SMK/MA, 67 Pondok Pesantren, 172 Perguruan Tinggi, 457 Rumah Sakit/Rumah Bersalin/Klinik/Layanan Kesehatan, 318 Panti Asuhan, 54 Panti Jompo, 82 Panti Rehabilitasi Difabel, 71 SLB, 6.118 Masjid, 5.080 Musholla, 20.945.504 M² luas tanah.

Contoh inovator akar rumput lain adalah seorang Pastor Katolik bernama Yusuf Bilyarta Mangunwijaya atau yang biasa dikenal dengan Romo Mangun. Karya inovasi sosialnya bisa kita saksikan di pinggiran Kali Code Yogyakarta. Mawa Kresna, jurnalis media online Tirto yang masa kecilnya dihabiskan di pinggiran Kali Code, menulis bahwa Pada 1981 Romo Mangun masuk ke Code dan menggagas pembangunan rumah di bantaran yang layak huni. Hasilnya memesona.

Berkat sentuhan Romo Mangun, pemukiman kumuh itu menjadi ceria dan penuh warna-warni. Rumah-rumah dibangun bertingkat dengan fondasi kokoh di lahan miring pinggir sungai. Di tengah pemukiman dibangun balai warga sekaligus tempat anak-anak bermain dan belajar. Jalan berundak dan berkelok terhubung dengan gang sempit di sebelah jembatan Gondolayu. 

Sayangnya, inovator akar rumput yang tumbuh di masyarakat tak selalu berhasil. Lantas apa yang bisa diperbuat untuk meningkatkatkan tingkat keberhasilan inovator akar rumput? Menurut Herry Wibowo jawabannya adalah pendidikan inovasi sosial.

Menurutnya skema pendidikan inovasi sosial sangat cocok dengan konsep pendidikan transformatif. Proses pendidikan tidak boleh menjadi menara gading, melainkan harus menyatu dengan denyut masyarakat. Hal ini penting mengingat tantangan masa depan memerlukan pola pikir dan level kecerdasan yang berbeda dengan saat ini. Creative Hub Fisipol UGM sebagai ekosistem pembelajaran inovasi sosial adalah salah satu contoh usaha menumbuhkan inovator-inovator akar rumput. Satu langkah menuju perubahan sosial yang mengakar kuat menjulang tinggi.

Sumber gambar: cio.com

Leave a Reply