You are currently viewing Social Media Influencers: Tawaran Bagi UMKM Dan Wirausahawan Sosial

Social Media Influencers: Tawaran Bagi UMKM Dan Wirausahawan Sosial

Fredberg dalam Glucksman (2017) dengan sebuah jurnal berjudul Rise of Social Media Influencer Marketing on Lifestyle Branding, mendefinisikan social media influencers (SMI) sebagai bentuk baru seklaigus pihak ketiga dalam proses pembentukan perilaku audiens melalui berbagai platform media sosial seperti twitter, instagram, youtube, dan lain sebagainya. Social media influencers diklaim sebagai bagian yang sangat berpengaruh untuk menghubungkan sebuah merek dagang (baik barang maupun jasa) dengan para pembeli. Hal ini disebabkan oleh pola pengiklanan yang bersifat lebih organik dan seolah sangat dekat dengan kehidupan pribadi mereka (para influencers). SMI dianggap memiliki pengaruh dan kredibilitas yang tinggi dalam hal marketing produk.

Tren marketing oleh selebriti sebenarnya sudah lahir sejak sekitar tahun 1950-an, ketika James Dean menjadi salah satu tokoh ikonik dengan celana jeans, kemeja putih, dan jaket kulit yang sontak direplikasi oleh banyak orang. Namun dengan kelahiran media sosial, model marketing produk tidak lagi terbatas pada penggunaan selebriti-selebriti tradisional (yang bermain peran sebagai aktor, penyanyi, bintang iklan, dan lain sebagainya). Dengan perkembangan inilah, SMI (atau dalam tulisan Melody Nouri disebut sebagai mikro-selebriti) dilihat lebih digemari oleh masyarakat karena tidak terkesan memaksakan sebuah produk kepada si pengiklan. Hubungan antara mikro-selebriti dan konsumen atau audiens juga dirasa lebih dekat, beberapa identifikasi yang terjadi di antara keduanya dapat berupa kekaguman, asosiasi, dan pengakuan (Kutthakaphan & Chokesamritpol, 2013).

Benarkah pemasaran dengan menggunakan SMI lebih efektif? Statistik akurat majalah Forbes menyatakan bahwa: “data dari platform pemasaran influencer MuseFind menunjukkan bahwa 92% konsumen lebih memercayai influencer daripada iklan atau dukungan selebriti tradisional” (Digital Me UP, 2017). Tren ini harus direspons dengan sigap tidak hanya oleh pemilik brand ternama, namun juga oleh produk-produk UMKM. Melansir data dari viva.co, 49% pelaku UMKM sepakat apabila platform instagram lebih efektif sebagai medium pemasaran. Sehingga penting untuk mulai melirik para selebgram (selebriti atau influencer instagram) untuk memasarkan produk-produk mereka, agar produk dapat dikenal secara luas oleh masyarakat. Website goukm.id juga telah melihat peluang-peluang marketing UMKM oleh social media influencer, dalam tautan https://goukm.id/strategi-influencer-marketing/ diberikan pula berbagai rekomendasi platform yang dapat mempertemukan influencer dengan para pengiklan. Sehingga pengiklan dapat memilih influencer yang sesuai dengan kebutuhan bisnis mereka.

Selain bermanfaat bagi UMKM, social media influencer juga memiliki peran penting bagi wirausahawan sosial (social entrepreneur). Hal ini selain untuk menjaga agar usaha mereka terus sustain dari segi pendanaan, juga untuk memastikan bahwa proyek sosial mereka berikut kebermanfaatannya dapat tersebar luas. Contoh kecil dari proses ini, dapat dilihat dari platform Kitabisa.com dan WeCare.id yang merupakan social entreprise di bidang kemanusiaan. Keduanya, sering menggunakan social media influencer sebagai upaya untuk memperkenalkan platform mereka, serta agar lebih banyak ornag yang dapat tertolong karena informasi dapat dengan mudah disebar luaskan. Kitabisa.com dalam instagramnya @kitabisacom sering menggunakan tagar #orangbaik dalam proses marketingnya, sedangkan WeCare.id dalam instagramnya @wecare.id menggunakan tagar #TemanPeduli. Tagar dan social media influencer adalah kombinasi yang tepat dalam upaya mengiklankan suatu produk.

Namun, meski dinilai sebagai sesuatu menguntungkan, ada beberapa kelemahan dari tren penggunaan influencer sebagai pengiklan, beberapa hal di antaranya adalah: 1) Terobsesi dengan angka; alih-alih melakukan pemasaran yang efektif, beberapa produk (baik bisnis dan bisnis sosial) memilih dipasarkan oleh influencer dengan pengikut paling banyak. Padahal yang terpenting dari sebuah marketing adalah kualitas, bukan saja kuantitas, karena banyak pengikut belum tentu mencapai hasil yang maksimal. 2) Tagar yang berlebihan; terkadang, untuk mencuri perhatian publik, mereka menggunakan tagar yang sedang trending agar iklan tersebar lebih luas. Namun penggunaan tagar yang tidak hati-hati dapat menimbulkanefek negatif, salah satunya ketika tagar tersebut ternyata merupakan koding dari sebuah gerakan sosial atau perlawanan.

Social media influencer, dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya, dapat terus dipertimbangkan sebagai agen marketing yang efektif bagi UMKM maupun wirausahawan sosial.

Sumber gambar: cbsnews.com

Leave a Reply