Memahami Perilaku Konsumen Untuk Bisnis Sosialmu

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Share on whatsapp

Sebagai model usaha yang terus diminati, salah satu tantangan terbesar bagi pelaku kewirausahaan sosial terletak pada kesulitan dalam mendapatkan modal dan memaksimalkan keuntungan. Sebab, realita yang perlu dihadapi oleh para wirausaha sosial adalah bahwa organisasi harus terlebih dahulu menghasilkan profit yang cukup untuk mendukung operasi sehari-hari mereka sebelum benar-benar dapat memberikan dampak pada masyarakat. Oleh karena itu, wirausaha sosial juga perlu membekali diri dengan pengetahuan mengenai perilaku konsumen sehingga dapat menentukan cara yang tepat untuk memaksimalkan nilai ekonominya. Konsumen dapat mempengaruhi legitimasi dan kinerja wirausaha sosial, dan wirausahawan sosial dapat menetapkan target pasar yang lebih layak untuk operasi bisnisnya (Lee. et al., 2021).

Konsumen adalah kelompok signifikan di antara para pemangku kepentingan, yang dampaknya nyata dan deterministik terhadap kinerja dan kelangsungan hidup bagi kewirausahaan sosial. Meskipun demikian, berbeda dengan bisnis komersial pada umumnya, usaha sosial bertujuan untuk mencapai nilai sosial sambil memanfaatkan mekanisme pasar sehingga konsumen perusahaan sosial mungkin memiliki karakteristik atau perilaku yang berbeda. Sayangnya, belum banyak literatur terkait studi yang secara khusus mendalami consumer behavior pada kewirausahaan sosial. Pada dasarnya, peilaku konsumen diartikan sebagai studi mengenai aktivitas mental dan fisik yang dilakukan konsumen saat mencari, mengevaluasi, membeli, dan menggunakan produk atau layanan (Cole, 2007). Studi mengenai perilaku konsumen meliputi tindakan, intensi, hingga faktor yang memberi pengaruh terhadap perilaku tersebut. 

Pada studi mengenai kewirausahaan sosial, pembahasan mengenai konsumen seringkali bersangkutan dengan socially responsible consumer behaviour atau konsumen yang bertanggung jawab secara sosial.  Dalam hal ini, konsumen mendasarkan perilaku konsumsi mereka kepada keinginan untuk meminimalkan atau menghilangkan efek berbahaya dan memaksimalkan dampak positif dengan jangka panjang bagi  masyarakat pada tiga dimensi: sosial, ekonomi, dan lingkungan. Menurut (Lee, et al., 2020), tindakan merupakan hasil dari intensi yang dimiliki oleh setiap individu untuk mengkonsumsi usaha sosial, didasarkan pada sikap (attitude) individu terhadap konsep kewirausahaan sosial. Dengan kata lain, bahwa intensi individu berkorelasi secara positif terhadap probabilitas pembelian yang lebih tinggi dari produk dan layanan yang ditawarkan oleh usaha sosial.

Beberapa literatur yang membahas mengenai perilaku konsumen dalam bisnis sosial menggunakan Theory of Planned Behaviour, menjadikan intensi membeli, sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku sebagai indikator yang mendasari pemahaman terhadap perilaku konsumen terhadap produk bisnis sosial. Selain itu, sikap positif yang mendorong pembelian produk bisnis sosial dipengaruhi oleh manfaat relatif, persepsi terhadap brand, dan risiko (Lee, 2020). Persepsi terhadap manfaat merujuk kepada pandangan individu terhadap kontribusi usaha sosial, yang kemudian memantik identitas moral setiap individu yang mendorong pembelian terhadap produk usaha sosial (Tsai, 2020). 

Hal yang membedakan usaha komersial dan usaha sosial terletak pada perilaku konsumen. Menurut Ferdousi (2017), perilaku konsumen pada usaha sosial merupakan kombinasi dari konsumen yang rasional, ethical, dan ekologikal. Artinya, bahwa konsumen tidak hanya peduli terhadap nilai produk, namun juga nilai ekologikal dan etik. Individu yang memiliki identitas diri secara ethical cenderung untuk mengkonsumsi produk usaha sosial sebab persepsi individu terhadap diri dianggap menjadi dorongan pribadi untuk mengonsumsi. Selanjutnya, familiaritas individu terhadap usaha sosial maupun produk yang ditawarkan turut mendukung intensi konsumen untuk membeli produk bisnis sosial. Pengetahuan dan pemahaman kognitif individu terhadap produk, termasuk  harga, kualitas, brand, sikap, mempengaruhi kognisi subjektif individu untuk mengkonsumsi produk usaha sosial. Sebab, familiaritas individu terhadap produk maupun usaha sosial kemudian membangun kepercayaan individu terhadap usaha sosial tersebut.

Beberapa faktor lainnya yang membentuk intensi untuk mengkonsumsi produk usaha sosial, menurut studi (Lee, 2021) di Korea Selatan, terletak pada pandangan ideologi politik, kepercayaan individu terhadap usaha sosial, dan pendapatan konsumen. Individu yang cenderung memiliki pandangan politik progresif lebih aktif untuk menyelesaikan masalah sosial melalui kewirausahaan sosial, termasuk di antaranya dengan mendukung terwujudnya SDGs dan membantu kelompok marginal yang terlibat dalam usaha sosial, baik sebagai pelaku maupun penerima manfaat. Selain itu, tingkat pendapatan juga turut menjadi faktor yang memengaruhi perilaku konsumen usaha sosial. Sebab, produk yang memiliki nilai komersial dan nilai sosial secara bersamaan seringkali lebih mahal. Pendapatan yang tinggi juga memungkinkan untuk mendorong konsumen yang peduli terhadap lingkungan. 

Dari perilaku konsumen tersebut, Tsai (2020) merekomendasikan implikasi praktis yang bisa dilakukan para pelaku usaha sosial. Pertama, menekankan dampak sosial dan goodwill yang dikomunikasikan melalui filosofi dari layanan dan konektivitas produk. Hal ini memungkinkan konsumen untuk lebih memahami hal baik yang dapat diwujudkan melalui usaha sosial dan manfaat dari pembelian produk sosial untuk kelompok sosial tertentu. Kedua, meningkatkan transparansi operasi organisasi usaha sosial untuk meningkat  kepercayaan konsumen. Melalui keterbukaan informasi produk yang lebih jelas, membangun saluran komunikasi pelanggan yang lebih kuat untuk meningkatkan  manfaat yang dirasakan dan mengurangi risiko dari pembelian sosial produk usaha sosial. Ketiga, memperkuat pemasaran dari mulut ke mulut (word-out-mouth). Meskipun saat ini strategi pemasaran sudah beragam, menyebarkan informasi produk dan nilai filosofi usaha sosial lebih efektif ketika dikomunikasikan berdasarkan pengalaman nyata (real-life experience). 

Referensi:

Ferdousi, Farhana. (2017). Understanding Consumer Behavior toward Social Enterprise Products. IntechOpen. http://dx.doi.org/10.5772/intechopen.68743

Chong Kyoon Lee, Fariss-Terry Mousa, Jinyoung Lee & Seung Hwan “Shawn”

Lee (2021): Consumer Behaviour and Social Entrepreneurship: The Case of South Korea, Journal of Social Entrepreneurship, DOI: 10.1080/19420676.2021.1984283

Lee, Y. N., Zailani, S., & Rahman, M. K. (2020). Determinants of Customer Intention to Purchase Social Enterprise Products: A Structural Model Analysis. Journal of Social Entrepreneurship, 1–22. doi:10.1080/19420676.2020.1718742

Tsai, J.-M., Hung, S.-W., & Yang, T.-T. (2020). In pursuit of goodwill? The cross-level effects of social enterprise consumer behaviours. Journal of Business Research, 109, 350–361. doi:10.1016/j.jbusres.2019.11.051

Photo by Alex Green on Pexels

More to explorer

Mengenal Jenis Jenis Wirausaha di Indonesia

Sektor wirausaha merupakan salah satu perhatian pemerintah dalam melakukan upaya pembangunan jangka menengah. Hal tersebut dikarenakan adanya wirausaha yang dilakukan oleh masyarakat

Close Menu